Minggu, 29 September 2013

Kepedulian bagi “nurani yang bingung”



23-september-2013



Sudah lagi tak terelakkan. Negara indonesia adalah negara paling kaya akan sumber daya alamnya. Namun juga bisa dikatakan, negara yang krisis akan moral. Dari lingkungan yang kumuh, atau berserakan sampah bukan pada tempatnya, menandakan pendidikan moral tak benar-benar merasuk dalam hati, sebagian besar.

Bukan lingkungan atau alam yang akan dibahas dalam ide kali ini, melainkan tentang semarak berdirinya tempat-tempat untuk melacur, juga ketertarikan para insan-insanya, semakin bertambah.
Bukan hanya bagi kalangan orang-orang dewasa saja, melainkan remaja dibawah umur telah mencicipi pekerjaan yang membutakan kehidupan bagi masa depan ini. Di sebabkan oleh perbedaaan masing-masing orangannya. Tergantung keadaan, lingkungan, pengalaman, ekonomi, kemalasan, kecelakaan, tidak punya pilihan lain, keputus asaan.

Orang yang memilih jalan ini pastilah memiliki suatu keadaan yang melatar belakanginya.  Dan bisa jadi, dikarenakan tarif yang diajukan begitu besar sehingga jalan ini memang diinginkan. Atau bisa jadi mereka yang memilih jalan ini, sangat ingin dan membutuhkan bantuan dari orang lain agar dapat meninggalkan jalan ini. Karena mungkin merasa semua jalan telah buntu, serta menanggung malu. Mereka membutuhkan orang lain untuk membantunya.

Sungguh bingung bagaimana caranya menanggulangi porak-porandanya  ini. Karena hal ini memang tidak mudahl. Apalagi dilihat dari peminatnya yang semakin meningkat.

Saran untuk menanggulangi yaitu dengan“KEPEDULIAN”. Entah ini kan berhasil atau tidak, aku tidak bisa menjaminnya.  Karena yang paling penting adalah bagaimana dalam diri kita tumbuh, dan selalu terbangun dalam jiwa kita sikap kepeduliaan kepada sesama.
Mungkin bisa dimulai dari hal-hal yang kecil dan sepele. Seperti halnya membuang sampah pada tempatnya, menyapa orang sebagai bentuk penghargaan, dan membantu orang lain dalam kesulitan (seperti halnya menyikirkan duri dari jalan agar para pejalan tidak menginjaknya).

“Mungkin dengan terbiasanya peduli, setiap orang kan terbuka hatinya untuk bersimpati dan membantu satu pelacur yang membutuhkan untuk dibantu. “Walau hanya, satu orang satu pelacur saja” . itu lebih baik daripada tidak sama sekali.

Sabtu, 28 September 2013

Jejak "yang kau tinggalkan"





"Matamu kau jinakkan. Walau penghasut siap menggrogoti tetap kau harus berlari entah kan bertepi dimana hingga bertepi pada waktunya.."


Bila aku datangi jejaknya.
Yang bersimpuh pada pohon-pohon pena, melampiaskan kata-kata.
Ia tinggalkan seberkas situasi, yang bercerita perihal kehidupan seorang manusia.
Aku pegangi erat  dengan mataku, mencari aku yang tak tertemukan pada bibir-bibir putihnya.

Setelah beberapa hari berlalu.
Aku tunggu tapak kakimu, pada malam, siang, sore, danpagi di tengah desa.

Namun Hanya kutemukan, ketiadaan.
Hingga dalam fikirku tertanyakan.

Apa kau begitu kikirnya, hingga satu atau dua  kata saja, engkau sungkan untuk meninggalkannya dijalan.

Atau sebaiknya aku mencari kata orang lain, yang mau meninggalkan kata untukku pada waktu aku menungu katamu.

Walaupun di hutan belantara sekalipun kau tinggalkannya. itujauh lebih baik.

Aku terpesona. Oleh katamu. Bukan kamu.
Karna Melihatmu saja sepertinya belum pernah. Tapi katamu,yang lalu, sering kau tinggal bagai sampah. Dan aku yang memungutinya. Hingga aku tenggelam dalam samudra nuansanya.

Dan Aku mendekati pertapakan mu kembali, dengan membawa payungpeneduh dari teriknya matahari.
Teriakan panasnya, terlalu menyengat. Aku tidak kuat.

Aku tunggu lama. Lama sekali, tanpa sebuah kepastian kedatangannya.Hingga malam hadir seraya menertawai atas kebodohanku yang tengah menunggui bibir lembut, yang tersirat dari penanya, tak kunjung ia tinggalkan.

Lantas Aku pulang. Dan aku jengah. Dan keesokannya aku hadir kembali menunggui dengan payung yang sama  yang kukenakan kemarin,dan tetap saja tidak ada bercikan katanya, satu huruf saja.

Baiklah jika itu maumu.
Aku akan mencari kata pesona lain. Agar ia mau menjadi sedikit bagian kata yang mengisi butiran huruf dalam kanvasku.

Karna aku ingin ada pengertian  yang begitu ingin dimengerti. Dari siapapun itu.

Dan aku jinakkan mataku dari pesona matanya biar penghasut selalu gagal dan gagal menggrogoti, karna aku sekarang hanya inginkan rupawan goresannya. Alih-alih layaknya aku ingin menghindari bertatap mata pada pemiliknya, agar tidak terlalu dalam.
Aku lari, untuk membohongi diriku sendiri dalam harapan cemasku.
Dan Adakalanya aku ingin walau tak ingin. Dengan Mencoba hal baru dan tabu untukku tapi aku berpura-pura tidak tahu.

Membohongi demi kejujuran yang hakiki, jika aku mampu. Hanya untuk menghindari penghasut yang menggrogoti.
Jika tetap tidak mampu, maka aku jadikan tulisan yang kau tinggalkan kembali, dijalan, sebagai kamus kata pada goresku.

Belok



Aku sering mampir kerumahmu. dengan membawa kepenatan.
Dan malah membuatku semakin penat.
Kala aku bekeliling, di ruang tamumu, di dapur kesedihanmu, di kebahagiaanmu.
Maka aku bosan, walau terkadang ku mendapat khayalku.

Namun sadari, “penat”.
Belokku seharusnya, ke ruang yang temboknya bercat hijau.
Walau rumah itu belum benar-benar genap jadi.
Biar luntur penat yang terjadi.
Seiring detak, pada nadi yang bersimpuh tunduk hadirnya suara menyeru sang ILAHI.

Bila ahir kataku kan tertutup Alhamdulillah hi robbil ‘alamin.
AKu kan berajak dengan meningalkan kepenatan.
Biar  tersapu angin gugurnya yang berjatuhan di lantai.

Jumat, 27 September 2013

Andai aku lelaki

Jika sekedar putihnya kulit, cantiknya wajah,berlekuk indah pada tubuh sebagai tolak ukurku. "maka aku hanya merugiku. karna hanya berkalung pada kesenangan mataku. bahawa Tuhan kutinggalkan DAri proitas utamaku, demi mencari merah muda bibir yang membuat pandanganku pilu lagi terenga-nga.

Dan bukan berarti putih, cantik , ideal tubuhnya bukan seorang wanita yang pantas untuk dicintai. NAmun setidaknya, rupawan dirinya, hanya tersembunyi pada baju tebalnya, kala berjalan pada kerumunan orang-orang. kerana umbaran gabar kesempurnaanya bukan untuk disantap ria pada para lelaki.
Tapi menawannya dirimu hanya untuk aku seorang, Andai Tuhan berketetapan aku dan dirimu adalah satu.

Seringkali aku pilih kasih.

Melihat wanita yang berjalan dengan berpilih-pilih. Yang kunilai awal kali, adalah postur tubuhnya, lalu wajahnya, kemudia putihnya. Kala yang berjalan sesuai tabel yang kubuat, maka sedikitpun mataku tak ingin beraling dari wajah sendu nya. Namun bila ia bertentangan dengan yang kutanam dalam menset ku. maka cepat-cepat kuberpaling, atau melihatnya sebagai angin yang lewat saja, tanpa berarti apa-apa.

Aku jahat, aku curang. ternyata cintaku memelih-milih. Bukan hatinya kucari tapi luar yang aku segani.

DAn aku salah, tak seharusnya aku lakukan itu. Dua kesalahan selama aku duduk di kursi taman kampusku, membaca buku, sembari mata pencilaan kala lewat seorang "hay wanita".
Andai "Hay wanita" masuk krteria, setelah kupandangi, besok akan aku tunggu kembali, untuk memandanginya kembali, hingga ku ajak berkenalan, dan duduk berhadapan dengannya lalu menyatakan cinta ku padanya.
Andai si "hay wanita" gedut, tak rupawan namun putih. Aku liric dia, aku mengoreksi dirnya, masukkah datar. Dan pada ahirnya Ahhh.... lewat sajalah dirimu bagai semilir hambar yang terlupakan.

Apa itu penghormatan bagi seorang wanita?, tanya diriku padaku.

Seharusnya "Hay wanita" manapun, yang melewatiku tak perlu kupandangi. Bahkan sebaikknya menundukkan pandanganku , dan boleh jadi sekedar menyapa kalau memang itu perlu. Sebagai rasa menjujung tinggi kehormatan bagi dirinya. Bukan malah, menilainya yang seharusnya tak perlu kunilai.

Andai aku diperintah untuk memilih si "hay wanita" seperti apakah. Aku hanya dapat berkata "aku berlindung kepada-MU Gusti dari memilih yang memihak, bahwasannya mohon diriku kepada Engkau pillihkan untukku saja, dengan segala yang tercamtum pada Kalam-MU sebagi kriteria ku. Dan ajari aku ihklas dan menerimanya dengan lapang hati.

Biar tabel yang kubuat, kucabik isinya. BIar agin yang lewat aku kan hargai dengan merunduk atau sekedar menyapa. Dan tidak membandingkan satu dari yang lainnya, karna memang pada nyatanya Engkau menciptakan sang "hawa" berbeda-beda bentuk, rupa, dan  warnanya. Dan semua nya aku pasrahkan pada-Mu siapa muslimah itu, serta jadikan Tuhanku dan Tuhannya adalah sama . Dan semoga muslimah yang Engkau tetapkan untukku , adalah seorang wanita yang dapat menemani dan menjagaku dari pedihnya setuhan api neraka, hingga suatu hari nanti mampu melewati jembapan sempit lagi tajam, dengan selamat.

Manakala  Engkau perkenankan  hamba memasuki pintu surgaMu, aku ingin melihatnya  juga berada disana.

Lalu saat di rumah kembali kami, aku ingin bersama dengannya dan berkata "ini yang dijanjikan Tuhan dahulu. DAn telah disempurnakan ni'mat-Nya bagi hamba-hamba-Nya. Dan terima kasih kamu mau menjadi istri sholehah untukku kala di dunia, yang bernaung segala kerakusan,  ketakutan dan kehampaan lagi kepedihan. sedang engkau datang menjadi perhiasan paling indah diantara yang lain dengan kepiawaian mu  membawa ketenangan dan kebahagian, kala aku jengah dan sungkan dengan hirup-pikuknya kehidupan. "Hay wanita sholehah. Aku Besukur kepada Tuhan. karna-Nya DIa pilihkan untukku, Kamu. Ya insiyatulhaura (bidari-bidari surga). Aku mencintaimu karna Allah"





Kamis, 26 September 2013

Betapa manusia merintih



Betapa para manuisa merintih, ditengah zaman modernisasi, yang semakin maju langkahnya, meninggalkan bulir-bulir moral pada laju kemajuannya . Hingga mungkin saja moral kan ditiadakan, dan hanya menjadi seongok prasasti. (semoga tidak)
Betapa aku malu terhadap alam raya ini. Karna mereka memiliki moral yang lebih mulia dari ku. Yaitu ketundukkan, kepasrahan,dan menjalankan. Sedangkan aku merusaki mereka dengan menghilangkan kesimbangannya. Banjirlah melanda, kekumuhan bertebaran dimana-mana.
Dan ini baru lingkungan. Belum yang lain.

Parasku bagai ular yang berbisa. Disebabkan hati dipenuhi kepekatan belaka. Gelap. Sungguh gelap dirasa, dan menuaikan aliran pada wajah, masam kerutan wajahnya. Dan mulutnya bagai panah beracun yang siap menancapkan belati yang tlah diolesi beberapa ramuan rancun, hingga ketika hati yang segar tidak berdosa kan tersakiti atas tusukan bengisnya, dan racun yang dialiri dari belati tersebut mensyayat sanubari.
Tidak hanya ini.

Perutnya buncit, laksana bom yang akan meledak. Masih tega-teganya mengumbarkan omong kosongnya pada publik, tapi dibalik kekosongan bersuanya, ia berakus ria dengan uang haram jerih tanpa payahnya. Memakan bulir-bulir keharaman tanpa rasa belas kasih pada yang disana tengah terlunta dalam kehampaan hidupnya. Berteduh dijembatan-jembatan kotor, dengan ber alas dingin dan panas yang menusuk. Mungkin tak sedikit pula, menjadikan langit sebagai selimutnya, menjadikan tanah sebagai alas tidurnya.
Tidak hanya itu dan masih banyak lagi. Ini raungan gelisahku atas moral yang kian luntur kala zaman semakin maju dengan intlektualitasnya. Dan aku juga gelisah akan diriku sendiri.

Aku bertamu dalam kekosongan. Menayakan kepadanya tentang beberapa hal sebab terjadinya torehan diatas. Tapi ternya ia sedang mencongkel dirinya. Terbalut amarah yang meronta-ronta. Hingga mulut nadinya berdegup benci. Andaikat tersuarakan kan terkata “aaaa…. Benci”. Aku prihatin padanya. aku ingin membatunya, biar kutawarinya. “bila engkau sungkan berbicara padaku, coba, lepaskanlah ego picikmu, dan umbarkan kata “ALLAH” biar menggema dalam dirimu. Biar satu kata yang kau ulang-ulang dalam katamu, kan menjadi pelita benderang yang menyinari sekujur tubuhmu.  Biar  gemamu lama-lama berkumandang, agar bencimu meluntur diri hingga berganti cinta.

Hay kekosongan hay kau, adalah kedalam hati. Letak mu tak kasat mata, tapi engkau sangat dekat dan sangat terasa.

Biarpun adamu seolah tak beruang, karna engkau tak menempati hal suatu hal yang dapat dibagi-bagi. Senyum, tawa, dan sedih mu begitu mempengaruhi jalannya hidupku. Aku ngin berkata padamu “selalu dan selalu, cahayailah dirimu agar hidupku kan dipenuhi cinta, bukan pada satu hal saja, melainkan segalanya. Dan hanya yang khusus lagi diproitaskan utama . yaitu dalam cinta dan kepercayaan lagi ketakutan, khusus bagi Yang satu, bukan sesuatu. Lalu, ketika cinta dan pelita terang benderang telah merajai dirimu. Aku ingin bertanya padamu bukan beberapa hal tapi satu saja. “pasti kau bahagia kan? ^_^”

Lalu lunturkan amarah mu, dan kembali mencerna pengertian-pengertian akan ma’na khidupan ini dari sudut pandang apa saja. Dan berfikir, “ begini cara membenahinya, bukan bagaimana cara membenahinya (piye-piye ?) dan berceloteh keluh.”

Rabu, 25 September 2013

emosi sesaat



Lalu lalang manusia tak membuatku lantas memperhatikan dangan seksama, karna kenetralan detik ini sedang tak mampu menjaga dirinya dari rangsangan hebat "kemarahan" yang bergejolak di kedalaman dada.

Rimba, sang malam berjelaga. Bapontar bergelimang suaranya. Ditambah pentir yang menyambar. Semakin riuhlah suara. Tak luput juga triakan begis sedang gencar-gencarnya meng formasikan diri ikut bersua dalam keriuhan.  Ini suara kedalaman hati ku. Yang sedang berbalut apa itu pilu yang membuta.

Terjerumus dalam keinginan diri tanpa kepastikan, sedikitku membabi buta.
Hilang kontrol diriku, lepas kendali ku dalam sejenak yang entah . kan dapat terhitung waktu kah. Tapi aku sakit. Menjamahi ,debaran suasananya. “balau, kacau”

Terhimpit perbatasan yang diberikan diri di alam bawah sadar. Membuatku ingin mengeluarkan tanganku pada kebebasan untuk melambai-lambaikan tangan. Sampai aku punya nyali aku ingin menggrogoti dinding batasan ini. Agar bercelah, hingga aku dapat melewatinya.

Pertarungan sengit semakit memuncak. Perdebatan menyala-nyala tajam. Keterluntaan, siap menjadi sandaran, kala aku terperangkap kedalam kehampaannya.

Bantai saja. Babat saja.

Wajahnya yang terlukis di bibir khayalan.  Bergelimang emosi kala aku terjangkit pada jangkar fikirnya. Karna terbayangnya adalah gelapnya segala ma’na adakalanya,  dan lebih sering.

 Ah stop!!!!  Aku terus-terusan mengulang cerita dengan belum menampakkan ahirnya.

YA inilah teriakan hatiku akan gencarnya kemarahan. Biar  mereda seiring melukiskan ceritanya pada dinding ini. Agar tak ada  siapapun yang tersakiti atas kemarahan diriku sendiri.

Tapi aku mereda. Kala mendengar sesosok gila (hebat), cerita temanku. Kehidupannya penah terjangki t kehampaan,  dalam kesimpulanku.  Lalu aku Melihat goresan tangannya. Dan terlukis jelas, gurat ketegasan pada warnanya. Dan tegak berdirinya lantang setiap huruf, menandakan ke optimisme dalam hidup nya. Dan benar, dia sudah bangkit dalam kehampaan hidupnya. Kata temanku.  Dan sedikit petuah dari orang itu ya ng disampaikannya.

 “Tulisanmu itu seperti anakmu. yang harus kau jaga. Andaikata tulisanmu dirobek. Pasti kau kan rasakan kepedihan yang dalam”.

“Jangan membacakan tulisanmu dihadapan orang lain. karna itu seperti halnya kamu, adalah seorang dokter yang mengumbar sakit pasiennya, lalu mempampangkannnya dalam tv.”.

walau ringkasan kata nya tak ada sangkut pautnya yang tengah terjadi padaku. tapi anehnya semangatku menjadi menggebu-gebu kembali. Dan esok inginkan tuk bertemu dengan nya, setidak tidaknya mendengarkan kala ia bercerita.

 26 september 2013

 keesokan harinya.

Anak-anak disekolah beramai-ramai ria terus menawariku, agar disiram dengan air busuk lagi kumuh parasnya, untuk merayakan hari  lahirku. hahaha dan hanya kukatakan "janganlah. nanti malah menjadiku trauma akan hari ulang tahun ku". "ya udah ngga' usah lahir" cetus canda guraunya. "hahaha udah terlanjur lahir. lagi pula tadi aku sudah dsiram kok" .  "sama siapa" tanya kawan yang berbeda. " aku nyiram sendiri lah. piye?" . "alah itu ma, mandi".

 Benar ia datang, manusia cerita kawanku kemarin. Dengan wajah yang tergurati bautan serius pada parasnya. Lama kemudian, setelah membawa secangkir kopi dari kantn sekolah ia duduk di kursi taman bersama kawan-kawanku yang lain. Dan ia terawangi sikap gerak-gerik, dan membaca diri mereka. dengan tanya yang selalu ada untuk dipertanyakan hingga terpojokkan bagi si ditanya.

Sejenak aku berfikir. Banyak kawan-kawan mengkrumuni dia, tanpa ia harus memanggil setiap nama untuk datang menghampirinya, semua datang dengan sendirinya.
Suasana begitu ramai, lawakan ia pecahkan dalam kebersamaan ini.  Aku tidak bertanya, apa lagi berbicara dengannya. Karna. biarlah aku mengambil ma'na dalam setiap suara yang kudengar agar bertabur menjadi suatu pengertian tersendiri untukku. Walau jujur aku sangat ingin bertanya.

Namun ada sedikit kekecewaan pada hari ini. Begitu tercengangnya hingga aku mati gaya, untuk berbicara, sebab diri sudah menyatakan, aku hanya sebatas dan bukan apa-apa. Hingga ingin bertanya saja sampai tak tersampaikan. Sungguh sangat dsayangkan, melihat ia seorang penulis, dengan segala keciri chasannya, aku tak mampu meminta, untuk menunjukkan karyanya kepadaku dengan segala hormat. 

Senin, 23 September 2013

Agar tidak hilang oleh hakikatnya



Zakat

Hati ku letih. Beban pikiran, beban kehidupan selaksa tertumpang tindih di kepalaku. Hingga kusampai di madrasah, terlarut dalam sedih masih kurasa begitu.

Lama waktu yang berjalan. Seutas senyum untuk teman-teman ku layaknya bualan belaka. Tidak!!!  Tidak sekejam itu, maksudku melainkan senyum yang dipaksakan untuk teman-teman ku. Walau pedih biarlah, daripada menyakiti mereka.

Kesedihan tersimpan dalam-dalam, toh pada titiknya sedih itu terlihat juga di raut wajahku, bahkan ketika ada ruang jeda, saat mereka semua berpaling, bersibuk ria terhadap sesuatu, air mata biar kutumpahkan sejenak, menggerayangi, rasa sedih. Dan aku katakan sekali lagi “ini sedih yang indah” karna kata ini , telah terkata sebelumnya.

Pelajaran pertama yang seharusnya alfiyah, diganti fathul mu’in, baru nanti jam kedua alfiyah.

Emosiku memuncak, rasanya tak tertahan, hingga bercerai berai anganku, dan aku tak fokus terhadap pelajaran yang beliau sampaikan.

“Saat sebelum aku mengikuti pelajaran fathul muin, aku pulang terlebih dahulu untuk mengambil kitab ini, dikarnakan aku tidak mengetahui salah satu mata pelajaran  dari 2 mata pelajarannya. Kemudian,  sesaat aku hendak masuk keruang kelas, aku berdo’a  “ semoga hari ini ustatz bercerita. Karna aku rindu akan cerita-cerita yang beliau sampaikan, seraya melihat kondisi hati dan fikirku yang labil, sedang bergalau ria".

Dan benar beliau bercerita tentang banyak hal.

 Fathul muin kali ini, menerangkan perihal zakat.
Yang tidak diwajibkan zakat
-Baitul mal (karna dimanfaatkan untuk maslahat umum)
-Tanah waqaf

 “Perlu diketahui. Tanah waqaf bukan milik pemerintah. Melainkan tiada seorang pun yang memilikinya. Dan pemiliknya hanya Allah. Dan tanah waqaf itu digunakan untuk membangun sekolah / pondok. Pokoknya untuk berjuang dijalan Allah.”

Beliau (ustatz) berucap  “Apapun yang kita miliki, pada hakikatnya akan hilang. Seperti halnya uang, buat jajan habis. Baju ini, nanti juga akan hancur. Kecuali harta itu di zakatkan. ketika dizakatkan tidak akan pernah habis. Karna pada hakikatnya harta ini diserahkan pada Allah. Maka tidak akan pernah hilang dan habis.

Waktu itu aku mempunyai uang (cukup banyaklah jumlahnya). Aku bingung harus kuapakan uang ini. Ingin membeli sesuatu, tapi sayang uangnya ngg’ jadi, lalu mau aku sedekahkan.  Ngga’ jadi.  Mau aku sumbangin kemasjid (kan lumayar biar ngg’ ilang). Ngga’ jadi , lalu mau aku belikan kamera, tapi sayang, tapi mumpung belum punya anak dech. Eh pada ahirnya uangnya hilang.”

Semua murid tertawa melihat hal itu.

“Apakah kalian berfikir rumah disurga itu harganya sejuta?. Tidak. Harganya tidak sejuta. Tapi lebih murah lagi. Kamu buat bahagia orang miskin, dapat satu rumah surga. Sangat murah dan keren.
Nanti semua orang saat kiamat, akan menyesal. Semuanya tidak terkecuali. Yang baik atau buruk semuanya. Yang buruk, berkata “kenapa aku ngga’ berbuat baik. Yang baik “kenapa aku ngga tambah berbuat baik. Seharusnya malam kuhabiskan untuk  kebaikan bukannya tidur”

Hatiku terbuka, senyumku merekah, hatiku tertawa mendengar begitu baiknya sang Pencipta. Begitu besar anugrah-Nya  Alhamdulillah
Beliau lanjutkan kembali ceritanya
“masing-masing nabi mempunyai danau, dan bersama umat-umatnya.  Danau nya pasti keren.waktu itu aku kedanau, bentuknya keren sekali. Aku berfikir mungkin danau ini seperti danau itu.. hahaha bahkan jauh lebih keren lagi. Dah bayangin aja yang keren-keren”

Takjub menghiasi seisi ruangan.  Serasa aroma surga(kedamaian) semerbak pada kebahagiaan.

“Andaikata hartanya tidak sampai pada wajibnya zakat maka bersedekah”

Salah seorang murid bertanya “ ustatz, ikhlas itu pripun (gimana)?”

“Tidak mengundat-ngundat lagi”jawabnya
 “Tapi apakah beramal lalu mengharap pahala atau surga ngg’ boleh?”
“Boleh. Istilahnya Wahtiban/ ihtisaban: menghitung pahala, mengharap masuk surga, mengharap ridho Allah. Itu boleh”

Maka pada berzakatlah . Nanti disurga ada komplek  yang mengejutkan ahli surga.
“itu untuk siapa? Tat”
“Adadeh, makannya ngaji”
“yahhh. Tat kalo ustatz yang ceritakan tempo dulu bahwa ada keni’matan yang jauh lebih keren ketimbang bertemu dengan Nya itu gimana? Tanyaku
“Adadech. Kalo yang tadi cari aja di hadist. Kalo yang ini di alquran. Kalo pengen tahu, pahami al qu’an semuanya.
“Ahhh…  biarlah ini jadi pertanyaan selama kehidupanku berjalan” fikirku.
Kemudian beliau mencatatkan di papan tulis rangkaian zakat yang harus dikeluarkan terhadap hewan ternak.

Alfhatihah…. Sebagai penutup untuk pelajaran yang pertama. Dan dilanjutkan dengan istirat beberapa menit.

Menunggu. Sambil berkisah dalam coretan kertas :
“Surga tetap surga. Hari ini ranjau. Takut merusak kefokusan. Tiba-tiba aroma surga tersebar kembali, dalam bentuk ketenangan jiwa, dan senang. Menceritakan betapa indahnya surga. Mulut penuh beban ini tersenyum tanpa letih. Senang dari dalam dan keluar. Sungguh aku ingin bertemu banyak surga lagi. Agar aku kuat dan berani mengahadapi peliknya kehidupan ini.”

Bel telah berbunyi. Dan ustatz yang sama kembali mengisi kelas ini. Dan pelajaran kali ini adalah Al fiyah, lebih tepatnya telah sampai pada huruf jer. Beliau tulis, lagi jelaskan, juga memberikan contoh.
Dan biar suasana mencair beliau ceritakan film india yang menceritakan tentang sepasang insan yang saling mencinta, namun berbeda agama. Dan lelakinya mengaku beragama islam, sedang pada kenyataanya ia beragama hindu. Pada ahirnya ketahuan, dan lelaki itu membawa pisau dan bertanya pada sang wanita. “Apakah kamu mencintai ku. Jika tidak aku akan merobek nadi tanganku”. “Aku tidak menctaimu” jawab wanita itu. Dan benar, sang lekaki merobek nadi ditangannya, dan berlumuran darahlah . Lalu sang wanita menerima laki-laki itu walau berbeda agama.  Dan diceritakan laki-laki itu bersyahadat tapi tetap beragama hindu.
“Ustatz. Itu film perdamaian?” tanyaku memastikan
“Ia. Pemerintah india menginginkan islam dan hindu damai. Karna sering terjadi peperangan (sara). Makannya sering buat film perdamaian.
Dan pada penghujung terakhir dari belajar kali ini. Beliau duduk, degan mengisyaratkan ingin mengatakan sesuatu di wajahnya (entah perasaanku saja atau memeng demikian, aku tidak tahu). Dan beliau bertanya pada salah seorang murid putra “ eh misal kamu mati sekarang siap ngg’?
“Boten tat! Jawabnya
“Kenapa?. Apakah karna hutangnya belum lunas. Atau karna belum menikah.
Hahahaha   ketawa lagiii
“Menikah itu penting. Setidak-tidaknya meniatkan untuk menikah, walau semisal pada ahirnya mati terlebih dahulu. Seenggak-enggak udah ada niat.  Dan kapannya setidak-tidaknya direncakan. Oke kamu mas mail, mau menikah umur berapa? Tanya beliau pada salah seorang murid.
“Santai saja. Semua nanti dapat bagian, ditanyai”
“Sekitar 27 tat”
“kalo kamu Alwi ?” kalo kamu imam?. Kalo kamu fajar?. Bla-bla-bla.

Haduh gawat, manalagi, yang cewek yang hadir cuman dua lagi, tadi sich tiga, masih ada fiza, tapi dirinya pulang, beralaskan capek mungkin dan memang tersirat diwajahnya, kurang begitu sehat. Apes-apes dach.
“Ayo mbak masruroh?”
“Sekitar 20 keatas.”
Berbicara, bercerita, tertawa apapun itu yang mereka lakukan. Biar aku berpaling sebentar, menuliskan jawabanku dikertas. Dan yaps… sudah selesai, hanya butuh beberapa garis saja untuk menuliskan jawabannya. Sedangkan ustatz dan anak-anak lain masih bergojek gembira menanggapi jawaban mbak masruroh. Sedangkan aku, terlumuri keringat dingin yang mengaliri lekukan di tanganku. Seraya jantung berdebar. Bukan karna jawabannya melainkan kata yang akan kujawabnya. Rasanya sedikit kurang adil.
“Ayo mbak Khana!!”
“Ustatz saya golput dalam bicara. Biar Aku dan ALLAH saja yang tahu”
“hahahaha”  tawa memecah belah seisi ruangan.
Tak disangka ustatz tertawa atas jawabku. Dan gebrakan minta keadilan dari murid yang lain atas jawabku.
“Lho liat, pada ngga’ stuju lho”
“Lo…  kalo ustatz gimana?
“Aku sich 25. Hahaha tapi 2009 komitmennya.”
Bel berbunyi. Dan beliau melantunkan Ajak. Alfathihah. Lantas Asslamua’akum warohmatulloh wabarokatuh.

Ya… malam ini. Begitu singkat tapi pelajaran berharga  sangatlah banyak. Dan tak lupa juga masih terngiyang-ngiyang syahdu 2 pertanyaan tadi.
-Kompleks yang mengejutkan para  penghuni surga
-Karunia yang lebih hebat dari bertemu dengan-Nya
______
Saat sekitar pukul sebelasan malam. Aku terigat akan suatu perkataan yang menyinggung pertanyaan pada tanya yang pertama. Dan langsung saja aku bertanya pada beliau apakah ini jawabannya.
“Ya termasuk” kata beliau

"Entahlah aku belum tahu. Apa jawaban dari pertanyaan yang kedua . Aku hanya bisa berandai-andai, sesuai anugrah yang menurutku paling tinggi. Hanya menurutku. Semoga suatu saat nanti, entah sekarang, besok atau lusa kan tertemukan jawabannya, serta kapahaman atas jawaban itu. Amin. Dan bersyukur banget karna 2 tanda tanya kehidupan, satu telah terjawab."








senang bertengkar denganmu

Pernahkah kau bertengkar? Apa kau menyesalinya? Dan bila itu terjadi padaku aku tak akan menyesalinya. Indahnya pagi setelah kutempuh malam ...