Tidak Mudah memang....
tapi ini yang aku irikan pada beliau. ke istiqomahan sampai mati. hingga
para sesepuh memipikan nya berada di rumah megah bersama baginda. Dan saat
mereka bangun , ternyata jiwanya telah kembali.
Biar tangis menyeruak, biar rasa tak percaya menghepas habis
seisi ruangan rumah. Tapi aku malah berlari ke kemar mandi, mengambil air wudhu
lalu ku tunaikan sholat subuh yang belum datang waktunya.
Segera degan cepat aku
selesaikan. Lalu menghampirinya tidur terlentang dikasurnya dengan
sekujur tubuh yang telah suci, karna sebelum menghebuskan nafas terakhir,
beliau meminta untuk disiram tubuhnya, dan melepas infusnya.
Lantas mengganti pakaiannnya dengan baju yang bersih.
Lari ku menghapirinya. Dan beliau hanya meninggalkan tubuh
dingin serta wajah pucat namun berseri. Dan Semu kuning terlapir dimimik
wajahnya. Tapi aku ingin satu kata. Satu
kata atau satu kalimat pendek untuk
ku dengar dari lisannya “aku memaafkanmu” hanya itu.
Tapi perandaian belaka. Malam, detik-detik sebelum eksekusi tiba, aku memandang beliau, suaranya semakin
menghilang. Aku tawarinya segenggam jeruk manis lantas beliau mengagukkan
wajahnya. Ini saatnya aku menghilangkan rasa maluku, untuk mengambil sebutir
jeruk di hadapan bapak-bapak di ruang tamu. Tekadku bulat demi beliau. Aku dengan
bergegas mengambil jeruk yang asik tidur di piring, tengah kerumunan laki-laki
dewasa. Dan kembali kekamar dengan membawa kemenangan atas keberhasilanku
membawa satu jeruk.
Tapi ternyata beliau
telah diabilkan jeruk yang jauh lebih besar, dan mungkin lebih manis karna
paras jeruk itu memang menggiurkan lidah.
Ahhh…. Kecewa….
Aku tidak peduli…. Ahirnya jeruk itu untuk aku sendiri.
Merasa begitu janggal dengan semua ini, beliau sakit, suara
beliau semakin dalam dan hilang. Maka Kali
ini aku ingin bertekad untuk mengucapkan kata yang selama ini, setahun lebih
ini, kupendam dalam-dalam.
Malam ini adalah saatnya aku harus mengatakan padanya.
Tapi sayang. Selalu saja gagal. Aku malu, aku malu, dan
sungkan. Lalu aku menitipkan salam maaf ku kepada emak, biar beliau saja yang
menyampaikan aspirasiku kepadanya.
Teng…. Detik mulai
mendekati pelestarian. Tiba-tiba mataku ingin terpejam. Bukan hanya aku tapi
yang lainpun juga begitu kecuali emakku dan bapakku. Dua insani yang telah lama
menjalin komitmen hingga hari ini telah
syah sebagai mempelai yang telah muhrim.
Mata ku terbuka, dan tiga kata sebelum aku lari, oleh kakak
tercinta yang berucap “beliau telah tiada”.
walau fikiran masih meng ayang-ayang pada tidur. Tapi rasa
tak percaya akan informasi itu, sehingga membuat kakiku bergetar dengan kencang.
Matahari telah hadir
dengan menebarkan cahaya terang nya. Orang-orang berdatangan dengan linangan
air mata membasahi pipi-pipi mereka. Bisa dikata beliau adalah seorang guru
bagi mereka. Bukannya hanya mereka, tapi aku juga, kakakku, emakku.
Dan satu pertanyaan “ sudahkan kata maafku tersampaikan
padanya”
Dan ternyata….
Belum. Ya beliau (emak) belum menyampaikan kata maafku. Sungguh perih.
Namun aku tak boleh menyalahkannya, karna bisa jadi beliau
lupa, dan bodohnya aku, kenapa aku tak memintanya sendiri. Dan malah
melimpahkannya pada orang lain.
Dasarrr……..
Melinang, air mata bertaburan. Bagaikan daun berguguran.
Sungguh menyesal….
Andai aku mampu mengulang waktu beberapa menit saja, maka
hanya satu pintaku “maafkan aku”. Tapi apa dayaku?
Yang dapat kulakukan hanya merintih, dan berdo’a pada-Nya “ampuni
hamba-Mu ini gusti, dan terimalah ia disisi-MU, kasihilah dia.”
Satu hal dari banyak
hal pembelajaran yang kudapat hari ini “jangan memintakan orang lain untuk
menyampaikan maaf, dan jangan menunggu terlalu lama untuk meminta maaf. Dan tak
usah berfikir panjang untuk meminta maaf.
Ketika berbuat salah sebisa mungkin langsung saja pintakan maaf atau
sertidak-tidaknya beri ruang untuk bernafas sejenak kemudian baru minta maaf. Agar
tidak menyesal pada ahirnya. Seperti manusia ini yang tengah menghayalkan
masa-masa itu. Dan Al fathihah untuk mu dariku yang telah terlambat meminta
kerelaanmu.”ya Allah, sayangilah dia”
2. Al Baqarah
|
155. Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
|
2. Al Baqarah
|
156. (yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa
ilaihi raaji'uun"[101].
|
[101]. Artinya: Sesungguhnya kami
adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan
kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan
menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.
|
2. Al Baqarah
|
157. Mereka itulah yang mendapat
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar