Gadis hadrotul maut. Tak tampak gurat wajahmu dalam hitungan detik waktu untukku, tapi kau lewati ku dalam satu kejap dan beberapa menit saja. Dan telah menilaskan beberapa perasaan yang tak dapat dibendung.
Bila aku kiaskan. Engkau bagaikan permata yang
berkilau, yang kilauanmu engkau tuju
demi-Nya. Kau tertawari sekarung emaspun niscaya kau kan berpaling dari hal itu,
karna itu bukan suatu keindahan melainkan hanya “menyakiti hati” bila engkau
memilih menerimanya.
Bila kau tertawari bertemu dan melihat-Nya. Air matamu berlinang,
hingga beberapa hari kau habiskan menangis rindu akan-Nya.
Gadis hadratul maut. Kini kau telah kembali. Kini kau telah
bebas, dari penjara kehidupan ini. Penjara yang siap mengubur hidup manusia
dalam keinginannya yang buta, hingga keindahan kan tertutupi, layaknya bintang bertebaran
dilangit yang tertutupi gemerlapnya lampu kota.
Kau keluar dari penjara. kau pergi bersama kerinduanmu. Kau pergi
bersama sahabat sejati, adalah dirimu yang taat.
Wahai permata yang telah tiada kehadirannya. Semerbak wangimu
tercium walau hanya lewat kata yang terlampir sekejap. Namun engkau telah
memberi warna tersendiri dalam hidupku.
Aku mencintaimu bukan layaknya adam dan hawa saling
bercinta. Tapi aku mencintaimu karna kecintaan mu sama dengan kecintaan
harapanku. Kehidupanmu adalah kehidupan yang aku cintai “penghabisan waktu
untuk Tuhan”.
Bila tangis belum dapat menenggelamkan ku Bukan berarti aku
tak mengharapkan bertemu.
Bila hati belum sedekat para pencinta. Tapi cinta itu, selalu
ku damba.
Bila bagian diriku tersentuh getaran energi tabu pandangan
hidupku dulu, maka mohonku pada-Mu semoga tak membuatku kehilangan jernih jiwa
ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar