Jumat, 11 Oktober 2013

"TOk. Air mengaliri"






Mata, untuk apa engkau keringkan oleh sebab lupa. Basahi matamu. Untuk mengaliri tumbuhan-tumbuhan yang layu. BIar tetesan itu melewati sulaman garis di kerut wajah, hingga kan mengering dengan sendirinya. walau  serapan airnya tak akan mungkin sampai menyentuh apa itu hati, karena telah kering oleh sinaran sang mentari. setidak-tidaknya telah mampu meluluhkan segumpal batu keras melintang.

BIar batu itu rontok oleh air mata, yang mengalir setetes demi tetes. Walau berjuta hari , tapi merangkaknya pasti, bila hari-hari untuk selalu menetesi, atau konsistensi biar menjelma, agar batu itu melebur. Hingga pintu kan terbuka.

Tok-tok-tok

Masih belum dibukakan pintunya. BAiklah besok aku datang lagi. Dan besoknya lagi pintu itu masih juga belum belum dibukakan. Dan aku mengulanginya dan aku mengulanginya kembali.
Setiap kali aku mengetuk, terdengar tetesan air dari balik pintu yang ingin kubukan.
Begitu terus. Mengetok dan terdengar tetesan air.

Hingga pada waktunya, setelah berjuta hari lamanya, ketukan yang tak pernah berhenti ku tamparkan pada pintu, ahirnya terbuka.

Dan terlihat dari bibir pintu , tersinari cahaya terang benderang, yang sekilas menyilaukan mata yang memandang. Lalu aku memasuki pintu ,dan kulihat di pertapakan lantai dekat pintunya, ada banyak guguran batu yang masih basah, tilas air mata yang tak jemu mengaliri setiap tetes demi tetes untuk meleburkan  batu yang mengganjal pintu, selama ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

senang bertengkar denganmu

Pernahkah kau bertengkar? Apa kau menyesalinya? Dan bila itu terjadi padaku aku tak akan menyesalinya. Indahnya pagi setelah kutempuh malam ...