Zakat
Hati ku letih. Beban pikiran, beban kehidupan selaksa
tertumpang tindih di kepalaku. Hingga kusampai di madrasah, terlarut dalam
sedih masih kurasa begitu.
Lama waktu yang berjalan. Seutas senyum untuk teman-teman ku layaknya bualan belaka. Tidak!!! Tidak sekejam itu, maksudku melainkan senyum yang dipaksakan untuk teman-teman ku. Walau pedih biarlah, daripada menyakiti mereka.
Kesedihan tersimpan dalam-dalam, toh pada titiknya sedih itu terlihat juga di raut wajahku, bahkan ketika ada ruang jeda, saat mereka semua berpaling, bersibuk ria terhadap sesuatu, air mata biar kutumpahkan sejenak, menggerayangi, rasa sedih. Dan aku katakan sekali lagi “ini sedih yang indah” karna kata ini , telah terkata sebelumnya.
Pelajaran pertama yang seharusnya alfiyah, diganti fathul mu’in, baru nanti jam kedua alfiyah.
Emosiku memuncak, rasanya tak tertahan, hingga bercerai berai anganku, dan aku tak fokus terhadap pelajaran yang beliau sampaikan.
“Saat sebelum aku mengikuti pelajaran fathul muin, aku pulang terlebih dahulu untuk mengambil kitab ini, dikarnakan aku tidak mengetahui salah satu mata pelajaran dari 2 mata pelajarannya. Kemudian, sesaat aku hendak masuk keruang kelas, aku berdo’a “ semoga hari ini ustatz bercerita. Karna aku rindu akan cerita-cerita yang beliau sampaikan, seraya melihat kondisi hati dan fikirku yang labil, sedang bergalau ria".
Dan benar beliau bercerita tentang banyak hal.
Fathul muin kali ini, menerangkan perihal zakat.
Yang tidak diwajibkan zakat
-Baitul mal (karna dimanfaatkan untuk maslahat umum)
-Tanah waqaf
“Perlu diketahui. Tanah waqaf bukan milik pemerintah. Melainkan tiada seorang pun yang memilikinya. Dan pemiliknya hanya Allah. Dan tanah waqaf itu digunakan untuk membangun sekolah / pondok. Pokoknya untuk berjuang dijalan Allah.”
Beliau (ustatz) berucap “Apapun yang kita miliki, pada hakikatnya akan hilang. Seperti halnya uang, buat jajan habis. Baju ini, nanti juga akan hancur. Kecuali harta itu di zakatkan. ketika dizakatkan tidak akan pernah habis. Karna pada hakikatnya harta ini diserahkan pada Allah. Maka tidak akan pernah hilang dan habis.
Waktu itu aku mempunyai uang (cukup banyaklah jumlahnya). Aku bingung harus kuapakan uang ini. Ingin membeli sesuatu, tapi sayang uangnya ngg’ jadi, lalu mau aku sedekahkan. Ngga’ jadi. Mau aku sumbangin kemasjid (kan lumayar biar ngg’ ilang). Ngga’ jadi , lalu mau aku belikan kamera, tapi sayang, tapi mumpung belum punya anak dech. Eh pada ahirnya uangnya hilang.”
Semua murid tertawa melihat hal itu.
“Apakah kalian berfikir rumah disurga itu harganya sejuta?. Tidak. Harganya tidak sejuta. Tapi lebih murah lagi. Kamu buat bahagia orang miskin, dapat satu rumah surga. Sangat murah dan keren.
Nanti semua orang saat kiamat, akan menyesal. Semuanya tidak
terkecuali. Yang baik atau buruk semuanya. Yang buruk, berkata “kenapa aku ngga’
berbuat baik. Yang baik “kenapa aku ngga tambah berbuat baik. Seharusnya malam
kuhabiskan untuk kebaikan bukannya tidur”
Hatiku terbuka, senyumku merekah, hatiku tertawa mendengar begitu baiknya sang Pencipta. Begitu besar anugrah-Nya Alhamdulillah
Beliau lanjutkan kembali ceritanya
“masing-masing nabi mempunyai danau, dan bersama
umat-umatnya. Danau nya pasti
keren.waktu itu aku kedanau, bentuknya keren sekali. Aku berfikir mungkin danau
ini seperti danau itu.. hahaha bahkan jauh lebih keren lagi. Dah bayangin aja
yang keren-keren”
Takjub menghiasi seisi ruangan. Serasa aroma surga(kedamaian) semerbak pada kebahagiaan.
“Andaikata hartanya tidak sampai pada wajibnya zakat maka
bersedekah”
Salah seorang murid bertanya “ ustatz, ikhlas itu pripun (gimana)?”
“Tidak mengundat-ngundat lagi”jawabnya
“Tapi apakah beramal lalu mengharap pahala atau surga ngg’
boleh?”
“Boleh. Istilahnya Wahtiban/ ihtisaban: menghitung pahala,
mengharap masuk surga, mengharap ridho Allah. Itu boleh”
Maka pada berzakatlah . Nanti disurga ada komplek yang mengejutkan ahli surga.
“itu untuk siapa? Tat”
“Adadeh, makannya ngaji”
“yahhh. Tat kalo ustatz yang ceritakan tempo dulu bahwa ada
keni’matan yang jauh lebih keren ketimbang bertemu dengan Nya itu gimana? Tanyaku
“Adadech. Kalo yang tadi cari aja di hadist. Kalo yang ini
di alquran. Kalo pengen tahu, pahami al qu’an semuanya.
“Ahhh… biarlah ini
jadi pertanyaan selama kehidupanku berjalan” fikirku.
Kemudian beliau mencatatkan di papan tulis rangkaian zakat
yang harus dikeluarkan terhadap hewan ternak.
Alfhatihah…. Sebagai penutup untuk pelajaran yang pertama. Dan dilanjutkan dengan istirat beberapa menit.
Menunggu. Sambil berkisah dalam coretan kertas :
“Surga tetap surga. Hari ini ranjau. Takut merusak
kefokusan. Tiba-tiba aroma surga tersebar kembali, dalam bentuk ketenangan
jiwa, dan senang. Menceritakan betapa indahnya surga. Mulut penuh beban ini
tersenyum tanpa letih. Senang dari dalam dan keluar. Sungguh aku ingin bertemu
banyak surga lagi. Agar aku kuat dan berani mengahadapi peliknya kehidupan ini.”
Bel telah berbunyi. Dan ustatz yang sama kembali mengisi kelas ini. Dan pelajaran kali ini adalah Al fiyah, lebih tepatnya telah sampai pada huruf jer. Beliau tulis, lagi jelaskan, juga memberikan contoh.
Dan biar suasana mencair beliau ceritakan film india yang
menceritakan tentang sepasang insan yang saling mencinta, namun berbeda agama. Dan
lelakinya mengaku beragama islam, sedang pada kenyataanya ia beragama hindu. Pada
ahirnya ketahuan, dan lelaki itu membawa pisau dan bertanya pada sang wanita. “Apakah
kamu mencintai ku. Jika tidak aku akan merobek nadi tanganku”. “Aku tidak
menctaimu” jawab wanita itu. Dan benar, sang lekaki merobek nadi ditangannya,
dan berlumuran darahlah . Lalu sang wanita menerima laki-laki itu walau berbeda
agama. Dan diceritakan laki-laki itu
bersyahadat tapi tetap beragama hindu.
“Ustatz. Itu film perdamaian?” tanyaku memastikan
“Ia. Pemerintah india menginginkan islam dan hindu damai. Karna
sering terjadi peperangan (sara). Makannya sering buat film perdamaian.
Dan pada penghujung terakhir dari belajar kali ini. Beliau
duduk, degan mengisyaratkan ingin mengatakan sesuatu di wajahnya (entah
perasaanku saja atau memeng demikian, aku tidak tahu). Dan beliau bertanya pada
salah seorang murid putra “ eh misal kamu mati sekarang siap ngg’?
“Boten tat! Jawabnya
“Kenapa?. Apakah karna hutangnya belum lunas. Atau karna
belum menikah.
Hahahaha ketawa
lagiii
“Menikah itu penting. Setidak-tidaknya meniatkan untuk
menikah, walau semisal pada ahirnya mati terlebih dahulu. Seenggak-enggak udah
ada niat. Dan kapannya setidak-tidaknya
direncakan. Oke kamu mas mail, mau menikah umur berapa? Tanya beliau pada salah
seorang murid.
“Santai saja. Semua nanti dapat bagian, ditanyai”
“Sekitar 27 tat”
“kalo kamu Alwi ?” kalo kamu imam?. Kalo kamu fajar?. Bla-bla-bla.
Haduh gawat, manalagi, yang cewek yang hadir cuman dua lagi, tadi sich tiga, masih ada fiza, tapi dirinya pulang, beralaskan capek mungkin dan memang tersirat diwajahnya, kurang begitu sehat. Apes-apes dach.
“Ayo mbak masruroh?”
“Sekitar 20 keatas.”
Berbicara, bercerita, tertawa apapun itu yang mereka lakukan. Biar aku
berpaling sebentar, menuliskan jawabanku dikertas. Dan yaps… sudah selesai,
hanya butuh beberapa garis saja untuk menuliskan jawabannya. Sedangkan ustatz
dan anak-anak lain masih bergojek gembira menanggapi jawaban mbak masruroh. Sedangkan
aku, terlumuri keringat dingin yang mengaliri lekukan di tanganku. Seraya jantung
berdebar. Bukan karna jawabannya melainkan kata yang akan kujawabnya. Rasanya sedikit
kurang adil.
“Ayo mbak Khana!!”
“Ustatz saya golput dalam bicara. Biar Aku dan ALLAH saja yang tahu”
“Ustatz saya golput dalam bicara. Biar Aku dan ALLAH saja yang tahu”
“hahahaha” tawa
memecah belah seisi ruangan.
Tak disangka ustatz tertawa atas jawabku. Dan gebrakan minta
keadilan dari murid yang lain atas jawabku.
“Lho liat, pada ngga’ stuju lho”
“Lo… kalo ustatz
gimana?
“Aku sich 25. Hahaha tapi 2009 komitmennya.”
Bel berbunyi. Dan beliau melantunkan Ajak. Alfathihah. Lantas
Asslamua’akum warohmatulloh wabarokatuh.
Ya… malam ini. Begitu singkat tapi pelajaran berharga sangatlah banyak. Dan tak lupa juga masih
terngiyang-ngiyang syahdu 2 pertanyaan tadi.
-Kompleks yang mengejutkan para penghuni surga
-Karunia yang lebih hebat dari bertemu dengan-Nya
______
Saat sekitar pukul sebelasan malam. Aku terigat akan suatu
perkataan yang menyinggung pertanyaan pada tanya yang pertama. Dan langsung saja
aku bertanya pada beliau apakah ini jawabannya.
“Ya termasuk” kata beliau
"Entahlah aku belum tahu. Apa jawaban dari pertanyaan yang kedua . Aku hanya bisa berandai-andai, sesuai anugrah yang menurutku paling tinggi. Hanya menurutku. Semoga suatu saat nanti, entah sekarang, besok atau lusa kan tertemukan jawabannya, serta kapahaman atas jawaban itu. Amin. Dan bersyukur banget karna 2 tanda tanya kehidupan, satu telah terjawab."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar