Wahai diri yang sedang di raba mala kekuragan diri. Tak jemu
hanya meletakkan tubuh pada sandaran dipan, dan meletakkan kepala pada tubuh si
bantal. Sang indrawi hanya bisa meraba
pada langit-langit atap, tapi sang khayali bisa pergi terbang jauh meninggalkan
tubuh yang melemah tak berdaya.
Pandangi dunia yang tak dapat di lihat hanya dengan mata
biasa, menari-nari di dalamnya, terbang pada gerbang-gerbang yang tak pernah
kujumpai dengan senyum bahagia. Atau malah dunia itu semakin merusak dan menambah
kesedihan hingga diri bertambah sakit,
karena nya di dunia itu adalah bayang ketakutan dan kekhawatiran sendiri.
Maka pilihlah tenang. Untuk tenang, dan meletakkan semuanya,
dan nanti diambil kembali pada saat yang tepat. Sakit yang ada biar
bergelimpangan dalam tubuh, tapi jaga hati untuk tak terbawa. Karena hati
letakknya yang dapat menkondisikan semua kerangka-kerangka untuk tetap bertahan
tenang.
Sepuncuk “penerimaan, kerelaan” yang diutarakan hati, akan
membawa pada diri untuk tenang.
“Aku menerima”…..
aku kabarkan bahwa aku
menerimanya. Aku tenang….
Perlawanan hanya kan membuat ku semakin tidak tenang. Sudah…..
aku terima, rasa melekit…..
rasakan saja…. Aku terima. Aku merasakannya dan aku tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar