Selasa, 18 Maret 2014

Semut tak takut matikah?




Gelas bening berukuran sedang, terisi teh berwarna coklat. Sudah lama teh dan gelasnya berdiam diri di meja, membuat para semut menghampiri keberadaannya.

Ada yang hanya melewati sisi gelas, ada yang menengok saja lalu pergi.
Yang tak habis ku fikir mengapa ada yang mencelupkan dirinya ke dalam teh hingga mati mengapung lalu tenggelam sampai akan menyentuh dasar yang di ramaikan dengan pasir gula-gula putih, dan semut-semut itu melayang dalam kematian.

Bagaimana perasaan para semut yang melewati dan melihat kawannya bergelantungan mati?
Apa ia juga akan melakukan hal yang sama “menceburkan diri” ?

Mungkin hal seperti itu sudah biasa bagi mereka. Karena mungkin mata-mata mereka sudah  sangat terbiasa melihat tragedi semacam itu.
Tidak seperti ku. Satu kematian saja mebuatku sesak, bahkan kematian itu sendiri membayangi diriku.
“Maka untuk apa  berani hidup bila tak berani mati”

Si semut yang lewat seolah memberi kabar
  Keterbiasaan melihat kematian menjadi hal yang biasa. Dan kesantaiannya berjalan melihat kawanannya melayang dalam kematian adalah pertanda ketidak takutan dalam menghadapi kematian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

senang bertengkar denganmu

Pernahkah kau bertengkar? Apa kau menyesalinya? Dan bila itu terjadi padaku aku tak akan menyesalinya. Indahnya pagi setelah kutempuh malam ...