Gelas bening berukuran sedang, terisi teh berwarna coklat. Sudah
lama teh dan gelasnya berdiam diri di meja, membuat para semut menghampiri
keberadaannya.
Ada yang hanya melewati sisi gelas, ada yang menengok saja
lalu pergi.
Yang tak habis ku fikir mengapa ada yang mencelupkan dirinya
ke dalam teh hingga mati mengapung lalu tenggelam sampai akan menyentuh dasar
yang di ramaikan dengan pasir gula-gula putih, dan semut-semut itu melayang
dalam kematian.
Bagaimana perasaan para semut yang melewati dan melihat
kawannya bergelantungan mati?
Apa ia juga akan melakukan hal yang sama “menceburkan diri”
?
Mungkin hal seperti itu sudah biasa bagi mereka. Karena mungkin
mata-mata mereka sudah sangat terbiasa
melihat tragedi semacam itu.
Tidak seperti ku. Satu kematian saja mebuatku sesak, bahkan
kematian itu sendiri membayangi diriku.
“Maka untuk apa
berani hidup bila tak berani mati”
Si semut yang lewat seolah memberi kabar
Keterbiasaan melihat kematian menjadi hal yang
biasa. Dan kesantaiannya berjalan melihat kawanannya melayang dalam kematian
adalah pertanda ketidak takutan dalam menghadapi kematian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar