-Kerelaan dan pengorbanan adalah suatu perjuangan. Bukan
hasil, tapi peruangan itu sendiri sudah cukup untuk mengisi hati ini.
Menerima apa saja yang terjadi , dengan lapang dada, tanpa
ada keluh-kesah , meski hati berdegup benci.
Dan sebuah pengorbanan, semoga menjadi penumbuh cinta bagi
hati yang sedang berdeggup benci.
-Ketika marah terucap, adalah suatu hal yang membuat
menyesala pada endngnya. Bertahan untuk
sabar daripada menyesal dan ingin
mengulang waktu agar kembali, untuk sekedar menahan marah yang telah terjadi.
-BUkan seberapa banyak yang kita miliki tapi sebarapa yang
bisa kita ni’mati lalu kemudian
disukuri.
-Kau ka tahu, kalau boleh aku jujur, aku sangat bosan
berziarah seperti ini. Tapi yang membuatku seringkali tergiurkan tuk
mengikutinya adalah kebersamaan ini. Duduk bersama keluarga dekat yang dekatnya
tak sedekat ini.
Tertawa, bercanda, pengorbanan, walau tubuh di lumuri
legketya kringat yang mengalir akibat hawa yang tersedia sugguh panas menga-nga.
AKu mencoba menghilang di antara mereka. Hanya sebercak
senyum sebagai jejak yang kutinggalkan.
“keluarga” kaki, tangan mereka adalah kaki tangan ku jua.
Lihati tertawa mereka
keeriaan mereka seolah kekecewaan yang menyumbat hati mereka telah melebur bersama berjalannya waktu. Mungkin
kebahagiaan mereka sebagai pengganti atas pengorbanan mereka. Demi sportifitas khaul di hilangkan
dari daftar perjalanan.
-Seorang kyai. Ya seperti itulah seorang kiai, yang berani
mengorbankan kepentingannya demi kepentingan orang lain.
-Hay Surabaya. Tak ada jepretan foto untuk kotamu, tapi hati ini tetap menjadi prasasti
untuk mu, juga kota-kota lain yang akan kita singgahi keberadaannya.
Kotamu banjir. Pada sebagian jalanannya di genangi air. Di
sana ada banyak mata para manusia, yang mengkabarkan pada kehidupan bahwa
mereka kuat menjalankan beratnya hidup. Pekerjaan kecil-kecil mereka lakukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka . walau tak sebanding hasil yang di raih
daripada konglomerat di singga sana yang dilapisi tembok, yang penting halal ,tanpa
ada orang lain yang harus dirugikan.
Sungai-sungai mu kini bercarup dengan sampah-sampah. Membuat
gradasi warnanya begitu mengerikan, kumuh, dan kotor.
Hanya bernaung dalam kataku “KEsadaran para manusianya terlebih
dahulu di adakan, untuk mewujudkan perubahan. Bukan hanya mengandalkan dan
mensalahkan para pejabatnya”
Aku melihat rumah-rumah kecil yang berjajar. Di dekat rel
kereta, dekat trotoar jalan. Senyumku
lirih tanpa suara….. dan bergumam
“BUkan seberapa banyak yang kita miliki. Namun, seberapa yang bisa kita ni’mati
lalu di sukuri. Rumah gedong dengan
berpilar gendut bukan jaminan mereka meni’mati semua itu.
Menilmati itu
letaknya di hati, dan kekayaan yang sesungguhnya bukanlah bersifat materi, tapi
bagaimana diri menerima apa yang dimiliki dan mensukuri, atau letak kebahagiaan
itu sendiri adalah lapangnya hati.
Ziarah ke mbah asrori. Banyak para santri berbondong-bondong mendatangi masjid besar. Gema suara tarkhim menyambut kedatangan kami. SUngguh letih tubuh ini yang telah menghabiskan perjalanan hanya dengan duduk ber jam-jam, namun hati ini tersenyum. hahahai
Lalu langkah kembali menerjang , menuju ke Madura tempat di
semayamkannya mbah kholil.
Lewati jembatan antara Surabaya dan Madura. Sungguh sangat
indah sekali. Bahtera-bahtera yang
berlayar membelah samudra banyak melintang, juga kapal-kapal kecil yang tengah terapung di atas air.
Setiap mata-mata kami, tak mau hanya menghabisi penyebrangan
jembatan ini dengan menutup mata pada mimpi, tapi ikut menyaksikan panorama
yang terberikan.
“Selamat datang Madura”
Baru kali ini aku ke Madura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar