Rabu, 12 Maret 2014

ZIarah (7-malam saptu- miggu pagi- 2014)




-Kerelaan dan pengorbanan adalah suatu perjuangan. Bukan hasil, tapi peruangan itu sendiri sudah cukup untuk mengisi hati ini.
Menerima apa saja yang terjadi , dengan lapang dada, tanpa ada keluh-kesah , meski hati berdegup benci.
Dan sebuah pengorbanan, semoga menjadi penumbuh cinta bagi hati yang sedang berdeggup benci.

-Ketika marah terucap, adalah suatu hal yang membuat menyesala pada endngnya.  Bertahan untuk sabar daripada menyesal  dan ingin mengulang waktu agar kembali, untuk sekedar menahan marah yang telah terjadi.

-BUkan seberapa banyak yang kita miliki tapi sebarapa yang bisa kita ni’mati lalu kemudian  disukuri.

-Kau ka tahu, kalau boleh aku jujur, aku sangat bosan berziarah seperti ini. Tapi yang membuatku seringkali tergiurkan tuk mengikutinya adalah kebersamaan ini. Duduk bersama keluarga dekat yang dekatnya tak sedekat ini.

Tertawa, bercanda, pengorbanan, walau tubuh di lumuri legketya kringat yang mengalir akibat hawa yang tersedia sugguh panas menga-nga.
AKu mencoba menghilang di antara mereka. Hanya sebercak senyum sebagai jejak yang kutinggalkan.
“keluarga” kaki, tangan mereka adalah kaki tangan ku jua.

Lihati tertawa mereka  keeriaan mereka seolah kekecewaan yang menyumbat hati mereka telah melebur  bersama berjalannya waktu. Mungkin kebahagiaan mereka sebagai pengganti atas pengorbanan  mereka. Demi sportifitas khaul di hilangkan dari daftar perjalanan.

-Seorang kyai. Ya seperti itulah seorang kiai, yang berani mengorbankan kepentingannya demi kepentingan orang lain.

-Hay Surabaya. Tak ada jepretan foto untuk  kotamu, tapi hati ini tetap menjadi prasasti untuk mu, juga kota-kota lain yang akan kita singgahi keberadaannya.

Kotamu banjir. Pada sebagian jalanannya di genangi air. Di sana ada banyak mata para manusia, yang mengkabarkan pada kehidupan bahwa mereka kuat menjalankan beratnya hidup. Pekerjaan kecil-kecil mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka . walau tak sebanding hasil yang di raih daripada konglomerat di singga sana yang dilapisi tembok, yang penting halal ,tanpa ada orang lain yang harus dirugikan.

Sungai-sungai mu kini bercarup dengan sampah-sampah. Membuat gradasi warnanya begitu mengerikan, kumuh, dan kotor.

Hanya bernaung dalam kataku “KEsadaran para manusianya terlebih dahulu di adakan, untuk mewujudkan perubahan. Bukan hanya mengandalkan dan mensalahkan para pejabatnya”

Aku melihat rumah-rumah kecil yang berjajar. Di dekat rel kereta, dekat trotoar jalan.  Senyumku lirih tanpa suara…..      dan bergumam “BUkan seberapa banyak yang kita miliki. Namun, seberapa yang bisa kita ni’mati lalu di sukuri.  Rumah gedong dengan berpilar gendut bukan jaminan mereka meni’mati semua itu. 

Menilmati itu letaknya di hati, dan kekayaan yang sesungguhnya bukanlah bersifat materi, tapi bagaimana diri menerima apa yang dimiliki dan mensukuri, atau letak kebahagiaan itu sendiri adalah lapangnya hati.

Ziarah ke mbah asrori. Banyak para santri berbondong-bondong mendatangi masjid besar. Gema suara tarkhim menyambut kedatangan kami. SUngguh letih tubuh ini yang telah menghabiskan perjalanan hanya dengan duduk ber jam-jam, namun hati ini tersenyum. hahahai

Lalu langkah kembali menerjang , menuju ke Madura tempat di semayamkannya mbah kholil.

Lewati jembatan antara Surabaya dan Madura. Sungguh sangat indah sekali. Bahtera-bahtera  yang berlayar membelah samudra banyak melintang, juga kapal-kapal kecil yang  tengah terapung di atas air.
Setiap mata-mata kami, tak mau hanya menghabisi penyebrangan jembatan ini dengan menutup mata pada mimpi, tapi ikut menyaksikan panorama yang terberikan.

“Selamat datang Madura”
Baru kali ini aku ke Madura.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

senang bertengkar denganmu

Pernahkah kau bertengkar? Apa kau menyesalinya? Dan bila itu terjadi padaku aku tak akan menyesalinya. Indahnya pagi setelah kutempuh malam ...