Jumat, 28 Februari 2014

'Sekolah malam"




JIKa anda menikah. Juga ketika anda jatuh cinta, jadikan hal ini sebagai suatu hal yang jadi pertimbangan dalam mempertahankan cinta atau meninggalkan cinta.
-Agama (Akidah dan iman
-Ilmu (Akhlaq) )  - Rukun islam : Bagaimana memahami hal-hal itu.
-Ihsan (gaya berfikir)  : -Gaya berikir – Tingkah laku – Sikap  

Coba berbicara pada orang tua sebelum anda akan berjalan pada jalan pernikahan. Bicara kepada kedua orang tua, guna membuat kesepakatan tentang “ Apakah saya atau beliau yang menentukan orang itu”. Agar tidak teradi kisruh juga cres . bila tiada kesepakatan, ketika orang tua menjodohkan anaknya nggak setuju karena suka sama orang lain, ia akan berontak. Begitu juga bila ternyata si anak punya pilihan sendiri, dan ternyata orang tua tidak setuju, maka di sini bisa terjadi konflik.
Ketika sudah disepakati dan ternyata pilihan di jatukan ke anaknya, lalu bertanya kembali “ Bila saya yang menentukan kalo bilang ke jenengan dulu apa orangnya dulu?’

Sakit diikuti sabar, akan mengpuskan dosa-dosa kita.
Orang yang sakit, pilihannya hanya dua. Beserta diiringi kesabaran
-Sakit (diampuni dosanya) dan mati
-Sakit (diampuni dosanya) dan sembuh

Seandainya saya sakit, maka  “Saya tidak apa-apa”. Maksudnya tidak apa-apa adalah : berusaha untuk sehat, berupaya untuk sehat. Bila ternyata tetap sakit walau telah berusaha, ya berarti anda beruntung.diiringi sabar.

Ketika sakit, maka sedikit demi sedikit dosanya diampuni.  “orang yang sakit itu beruntung/ sakit itu keberuntungan”

Senin, 24 Februari 2014

Si, padi petani



Aku lihat padi-padi itu di manja. Hingga tumbuh besar dengan pesona hijau dedaunannya. Tegak berdirinya semakin merunduk selaras tumbuh dirinya.

Aku lihat mereka yang membelai si padi. Setiap mereka pada punggunya merangkul warni-warni beban yang membukukkan punggung mereka. Mungkin saja , setiap hari dan setiap pagi, siang dan sore, menjaga padi-padi itu untuk memenuhi kebutuhan mereka.  Walau jerih payahnya hanya kan terbayar tak jauh melambung tinggi, tapi mereka tetap memilih pekerjaan mulian ini, dengan langkah halal sebagai jalannya.

Bukan seperti mereka yang di gedung-gedung menjulang langit. Bersandiwara menyongsong rakyat pada sejahtra, yang ternyata megauli uang dengan cepat kilat nan bertumpuk-tumpuk dengan jalan tidak manusiawi.

Sore ini ku terjang sayu warna nya. Warna kelabu pada semburat warna-warni cakrawala. Bila ku titiskan pada mataku sekelebat rasa beban pada para pak tua petani, dada yang berdegup benci dan suka menaungkan satu nama yang hanya kilasan rasa, aku jadi melena. Dilenakan pada punggung-punggung derita.

Padanya pasti sungguh berat.

Padanya mungkin mengkelabat banyak sukur, karena tempuhannya jalan baik

Padanya aku ingin lebih banyak merasa arti derita, beban yang di pikul setiap manusia. Mungkin dengan begitu, lantai kotorpun aku terka, biar ku bersihkan daripada ibu yang sudah lama mengasuh dan merawatku. Sendal bapakku aku sadari, agar pernah hilangnya di gosop orang lalu kembali ,biarkan tak terulang lagi. Mbak ku yang mencatolkan wajah masamnya kepadaku biar ku mengerti bahwa pasti ada yang di sembunyikan dalam jiwanya, yang sungguh penat hingga terlukis pada wajah lugunya saat ia menatapku.

Semoga semua pengertian menjadi pemahaman yang turut membacai tiap langkah ku dalam menempuh pertapakan yang di umpat dari kehidupan ini ,untuk di terka sekala demi sekala.

PEng alur cerita



"KAu datang dan pergi oh begitu saja."

NGgakkk    bukan seperti itu, kau.  tapi kau cukup diam pada ruang yang sama,  dan melakukan sesuatu yang memang kau lakukan, itu sudah membuatku mau melakukan sesuatu. 

KAu kata kau dimana.  kurasa tiada sepengetahuanku letak nya....  hanya berkibar burung emprit, sudah membuat mu berjalan pada waktu ku dan di dunia itu.

seperti sebuah cerita sendiri, membuat cerita sendiri, dan ada orang lain yang ditokohkan berada pada dunia itu, dunia absurd yang bisa ditentukan sendiri alurnya.   "Ya inilah cerita dalam detik dunia nyata"  menanam sendiri, maka panen sendiri juga layu sendiri (juga di dunia itu)

"Bermain dalam pendaman", mengungkap sesuatu hanya lewat duga hingga pada ahirnya pun juga kan berduga jawaban atas duga

Maka ada pemahaman dalam duga. Sebuah terkaan, pada si tokoh yang menyelinap masuk dalam dunia orang.Dan tak dapat di sangka tiba-tiba sang tokoh malah mengacak-ngacak dunia yang ada.melukai seenaknya, mensayat pada batang-batang yang rentan hingga keluar darah yang tampil segar.

Mengusirnya dengan melemparinya batu, namun usahaku hanya kesia-siaan, kerena ia cukup gesit dan berpegang tali yang ada pada dunia itu, hingga sekarang ia masih sering mampir pada dunia itu.

Bagaimana bisa coba?, aku mencoba memasukkan tokoh itu dalam dunia, tapi meraipkannya malah semakin ia merasa berada.

Baiklah tetaplah di situ, tapi tolong jangan mengacak-ngacak lagi.

“kau datang dan pergi oh begitu saja” sekali lagi bukan.   Toh ternyata si tokoh tetap saja mengelantung di tali dunia itu dan belum melepaskannya.
 Pergi, adalah adanya pada waktu dunia itu.

"SUgguh aku peng alur cerita yang bodoh walau pendamannya membuat degup benci. Benci tuk meniggalkan dunia itu"......        "penokohan, dan penentu alur sendiri"

AKu rapopo.... "masih bermain"

Sabtu, 22 Februari 2014

Loyang




 
Loyang berisi nasi yang mengepul panas, dan lauk pauk seadanya. Bakal di terjang oleh tangan-tangan mereka, oleh sebab, “bila tidak cepat dia bisa kehabisan atau siapa cepat dia dapat”

Kali ini ketersediaan lauk adalah si sambal yang menggiurkan, dan nasi, tetep selalu tampil panas mencatang lidah-lidah tak bertulang itu.

Loyang yang sudah terisi makanan beserta lauknya kini di hadapkan pada beberapa orang, dalam hitungan tidak sampai sepuluh loyang itu di tidurkan di tanah, juga dengan kesiapan mental dan perut, mereka memulai menyantapnya dengan semboyannya “siapa cepat dia dapat” yang tak tersirat.

Panas-panas, nasi mencatang lidah, tertambah cabay menggibas isi mulut bahkan hingga kerongkongan. Mencoba ingin memberhentikan diripun mustahil adanya….      “keburu habis di tilap kawan nanti”

Maknyos panas nya, maknyos pedasnya….     Huahhhhh  pedesnya……. Huah panasnya.

Lalu loyang itu di tinggal begitu saja di lantainya, sedang manusia-manusia yang berebut makan berlarian mecari air setelah memastikan loyang itu bersih.

Aku datangi loyang dan sedikit berkomentar

“Hay loyang. Kau adalah saksi para kawula muda-mudi yang kelaparan. Lihat betapa girangnya mereka setelah isi perut mereka yang kosong jadi kembung dan kenyang. Meskipun mereka berdalih siapa cepat dia dapat, mereka tetap mempunyai rasa untuk berbagi dengan kawannya. Aku senang dengan kebersamaan mereka, juga kesederhanaannya dalam kehidupan”

“Hahaha….    Iya. Tapi sepertinya kau daritadi hanya memerhatikan mereka, mengapa kau tak memerhatikan kesediaanku dalam merelakan tubuhku demi ke solidaritasan mereka. Toh setiap hari aku selalu merasakan panasnya nanakan nasi yang telah masak, juga pedasnya sambal yang membara. Bahkan aku harus menahan geli ketika tangan-tangan mereka saling berebut mengambil makanan di tubuhku”

“Iya kau benar loyang.  namun apa kau memperhatikan aku saat aku memperhatikan mereka?. Sungguh tidak adil bukan kau minta ku perhatikan, sedangkan engkau sendiri tidak memerhatikan aku yang dari tadi tegap berdiri memanjakan mata dengan melihat mereka”

“Apa memerhatikan harus di balas juga dengan diperhatikan”

“Lalu mengapa kau ingin aku perhatikan, loyang?”

“Bukan itu. Namun, aku hanya ingin kau mensadari sesuatu. Meski hanya mensadari tentang aku”

Wajah tengiknya pertanda




Pernahkah kau melihat ada manusia menceberutkan muka nya, bahkan tanya untuknya kan terbalas kata tengik, mensayat hati, atau saat kau tenang  tiba-tiba ia mengoceh dengan kebecian, lalu wajah masamnya  di umbar kemana-mana?.  Pernahkah  juga, ketika sedang tertawa tiba-tiba ada orang, meminta tolong dengan tampang kusut lagi menjengkelkan, bahkan membuat hati ini serasa di cabik-cabik?.

Rasanya sungguh menjegkelkan. Ingin sekali menonjoki wajah nya……
Astaughfirulloh……  “ngak-ngak, hanya bercanda”

Benci, jengkel itu pasti ada. Tapi coba kesampigkan hal itu. Lihat dari sudut pandang lain. Lihat dari sudut pandang penderitaan.

Pada belakang layar, ada beban berat yang mehantui dirinya. Jeritan sinis bergencar-gecar di jiwa, hingga megkabarkan pada sekujur tubuhnya bahwa diriya sakit , sehingga tanpa kontrol dirinya, ia lampiaskan sakit itu pada manusia yang tak bersalah.

Coba,  rasakan sakit nya……    sakit atas beban yang ia sembunyikan jauh di kedalaman jiwanya, dari manusia. Dan biarkan rasa benci dan jengkel itu luntur karena turut merasakan sakit yang dideritanya…

Ada duka disana dan ada derita disana tersampaikan pada wajah dan tutur katanya.  

Rasakan  seolah itu adalah deritamu, toh aku dan dia adalah saudara. Bukan sedarah memang, tapi dalam kehidupan

“Gelagat tengiknya adalah derita penderiataannya yang ia umpat dalam pendaman. Sungguh mulia, bukan bagaimana manusia agar mengiba kasian padanya atas derita tapi agar mereka tak terbebani atas deritanya yang sesungguhnya”

Yahhhh  lampiaskan saja omong tengikmu padaku, agar aku juga merasakan deritamu. Derita saudara tidak sedarahku….. 





senang bertengkar denganmu

Pernahkah kau bertengkar? Apa kau menyesalinya? Dan bila itu terjadi padaku aku tak akan menyesalinya. Indahnya pagi setelah kutempuh malam ...