Sabtu, 22 Februari 2014

Loyang




 
Loyang berisi nasi yang mengepul panas, dan lauk pauk seadanya. Bakal di terjang oleh tangan-tangan mereka, oleh sebab, “bila tidak cepat dia bisa kehabisan atau siapa cepat dia dapat”

Kali ini ketersediaan lauk adalah si sambal yang menggiurkan, dan nasi, tetep selalu tampil panas mencatang lidah-lidah tak bertulang itu.

Loyang yang sudah terisi makanan beserta lauknya kini di hadapkan pada beberapa orang, dalam hitungan tidak sampai sepuluh loyang itu di tidurkan di tanah, juga dengan kesiapan mental dan perut, mereka memulai menyantapnya dengan semboyannya “siapa cepat dia dapat” yang tak tersirat.

Panas-panas, nasi mencatang lidah, tertambah cabay menggibas isi mulut bahkan hingga kerongkongan. Mencoba ingin memberhentikan diripun mustahil adanya….      “keburu habis di tilap kawan nanti”

Maknyos panas nya, maknyos pedasnya….     Huahhhhh  pedesnya……. Huah panasnya.

Lalu loyang itu di tinggal begitu saja di lantainya, sedang manusia-manusia yang berebut makan berlarian mecari air setelah memastikan loyang itu bersih.

Aku datangi loyang dan sedikit berkomentar

“Hay loyang. Kau adalah saksi para kawula muda-mudi yang kelaparan. Lihat betapa girangnya mereka setelah isi perut mereka yang kosong jadi kembung dan kenyang. Meskipun mereka berdalih siapa cepat dia dapat, mereka tetap mempunyai rasa untuk berbagi dengan kawannya. Aku senang dengan kebersamaan mereka, juga kesederhanaannya dalam kehidupan”

“Hahaha….    Iya. Tapi sepertinya kau daritadi hanya memerhatikan mereka, mengapa kau tak memerhatikan kesediaanku dalam merelakan tubuhku demi ke solidaritasan mereka. Toh setiap hari aku selalu merasakan panasnya nanakan nasi yang telah masak, juga pedasnya sambal yang membara. Bahkan aku harus menahan geli ketika tangan-tangan mereka saling berebut mengambil makanan di tubuhku”

“Iya kau benar loyang.  namun apa kau memperhatikan aku saat aku memperhatikan mereka?. Sungguh tidak adil bukan kau minta ku perhatikan, sedangkan engkau sendiri tidak memerhatikan aku yang dari tadi tegap berdiri memanjakan mata dengan melihat mereka”

“Apa memerhatikan harus di balas juga dengan diperhatikan”

“Lalu mengapa kau ingin aku perhatikan, loyang?”

“Bukan itu. Namun, aku hanya ingin kau mensadari sesuatu. Meski hanya mensadari tentang aku”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

senang bertengkar denganmu

Pernahkah kau bertengkar? Apa kau menyesalinya? Dan bila itu terjadi padaku aku tak akan menyesalinya. Indahnya pagi setelah kutempuh malam ...