Loyang berisi nasi yang mengepul panas, dan lauk pauk
seadanya. Bakal di terjang oleh tangan-tangan mereka, oleh sebab, “bila tidak
cepat dia bisa kehabisan atau siapa cepat dia dapat”
Kali ini ketersediaan lauk adalah si sambal yang
menggiurkan, dan nasi, tetep selalu tampil panas mencatang lidah-lidah tak
bertulang itu.
Loyang yang sudah terisi makanan beserta lauknya kini di
hadapkan pada beberapa orang, dalam hitungan tidak sampai sepuluh loyang itu di
tidurkan di tanah, juga dengan kesiapan mental dan perut, mereka memulai
menyantapnya dengan semboyannya “siapa cepat dia dapat” yang tak tersirat.
Panas-panas, nasi mencatang lidah, tertambah cabay menggibas
isi mulut bahkan hingga kerongkongan. Mencoba ingin memberhentikan diripun
mustahil adanya…. “keburu habis di
tilap kawan nanti”
Maknyos panas nya, maknyos pedasnya…. Huahhhhh pedesnya……. Huah panasnya.
Lalu loyang itu di tinggal begitu saja di lantainya, sedang
manusia-manusia yang berebut makan berlarian mecari air setelah memastikan
loyang itu bersih.
Aku datangi loyang dan sedikit berkomentar
“Hay loyang. Kau adalah saksi para kawula muda-mudi yang
kelaparan. Lihat betapa girangnya mereka setelah isi perut mereka yang kosong
jadi kembung dan kenyang. Meskipun mereka berdalih siapa cepat dia dapat,
mereka tetap mempunyai rasa untuk berbagi dengan kawannya. Aku senang dengan
kebersamaan mereka, juga kesederhanaannya dalam kehidupan”
“Hahaha…. Iya. Tapi
sepertinya kau daritadi hanya memerhatikan mereka, mengapa kau tak memerhatikan
kesediaanku dalam merelakan tubuhku demi ke solidaritasan mereka. Toh setiap
hari aku selalu merasakan panasnya nanakan nasi yang telah masak, juga pedasnya
sambal yang membara. Bahkan aku harus menahan geli ketika tangan-tangan mereka
saling berebut mengambil makanan di tubuhku”
“Iya kau benar loyang.
namun apa kau memperhatikan aku saat aku memperhatikan mereka?. Sungguh tidak
adil bukan kau minta ku perhatikan, sedangkan engkau sendiri tidak memerhatikan
aku yang dari tadi tegap berdiri memanjakan mata dengan melihat mereka”
“Apa memerhatikan harus di balas juga dengan diperhatikan”
“Lalu mengapa kau ingin aku perhatikan, loyang?”
“Bukan itu. Namun, aku hanya ingin kau mensadari sesuatu. Meski
hanya mensadari tentang aku”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar