Aku melihat kakak sepupu kecilku sedang mencuci piring di
dekat kamar mandi. Rasanya kasian, tapi aku malas membantu, tapi aku memilih
membantu dengan keterpaksaan.
Diikuti moodku yang memburuk, tetap aku paksakan demi ibuku,
yang sudah kecapekan, terlihat dari garis kerut wajahnya juga caranya berbicara.
Aku membilasi tubuh-tubuh gelas, piring dan sendok, dengan
grusah-grusuh, tilas keterpaksaan.
Tapi aku lihat semut yang mengkrumuni piring-piting kotor
yang meninggalkan sisa makanan. Ia lahap dengan menjujung tinggi
solidaritasnya.
Tiba-tiba saja dalam mulutku terceletuk…
“Enak ya jadi semut. Makanan sudah ada tanpa harus bersusah
payah bekerja. Ketersediaann pasokan makanan seolah tak akan habis seribu tahun
lagi”
“heh…. Yo enak jadi
manusialah” ibuku menasehati
“kalo jadi semut kepenyak sekali, langsung mati” mbk ku
menimpali dengan kernyit di dahinya, selaras dengan mata yang mensadis.
“enakan jadi semut, karena nanti dimahkamah agung sang raja,
yang keadilannya tak perlu dipertanyakan sempurnanya , ia tak perlu di mintai
pertanggung jawaban atas kelakuan dirinya.” Ujarku menanggapi mbk ku
“Hay semut. Tolong. Jangan salahkan aku di mahkamah agung
nanti atas kesalahanku padamu.” Kondisi membilasi barang-barang aku monolog
untuk melepas moodku yang memburuk
“Karena sungguh. Engkau banyak sekali. Meski aku mencoba untuk berhati-hati agar tidak menginjakmu,
tapi tanpa sengaja aku memakanmu saat kau berada di roti yang tadi pagi ku beli .
Lalu ini salah siapa?.
Aku yang bersalah atau kau yang tak memahami manusia ini?
Lalu salah siapa?
Aku yang mencuci piring yang telah dikrumuni semut, atau
semut yang mngkrumi piring menjilati makanan yang tersisa milik orang lain?
Hay semut, jangan persalahkan aku saat ku tak sengaja
menyiram tubuh-tubuh mu ke tanah, sebagai upaya tidak membunuhmu, di tempat
penyucian piring-piring kotor.
Jangan persalahkan aku pula bila aku berjalan dan
menginjakmu tak sengaja, karena aku tidak melihat dirimu yang sedang berduaan
dengan kekasihmu di taman mu sendiri.” Bayangan pembicaraan untuk tadi (tidak
semuanya kata yang ku ucap terceltuk saat aku berkata tadi. Menambahi kata saat
penulisannya)
“Semut…. Maafkan
aku…..!!!”
“HAna kamu tidak bersalah kok semutnya nanti bilang
begitu”…. Ibu menimpali
“terus aku bilang, nggak kok semut. Aku yang salah”
Nanti aku dan semut saling menyalahkan dirinya
masing-masing.
Dan tamat sudah cerita ini ketika aku mencoba membayangkan
kalimat tambahan, dan merangkai kata ini dengan cengar-cengir. Hingga sepupuku
menertawakanku.
Terimakasih…… aku
sudah pulih karena mereka. Juga pastinya engkau semut….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar