Aku lihat padi-padi itu di manja. Hingga tumbuh besar dengan
pesona hijau dedaunannya. Tegak berdirinya semakin merunduk selaras tumbuh
dirinya.
Aku lihat mereka yang membelai si padi. Setiap mereka pada
punggunya merangkul warni-warni beban yang membukukkan punggung mereka. Mungkin
saja , setiap hari dan setiap pagi, siang dan sore, menjaga padi-padi itu untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Walau jerih
payahnya hanya kan terbayar tak jauh melambung tinggi, tapi mereka tetap
memilih pekerjaan mulian ini, dengan langkah halal sebagai jalannya.
Bukan seperti mereka yang di gedung-gedung menjulang langit.
Bersandiwara menyongsong rakyat pada sejahtra, yang ternyata megauli uang
dengan cepat kilat nan bertumpuk-tumpuk dengan jalan tidak manusiawi.
Sore ini ku terjang sayu warna nya. Warna kelabu pada
semburat warna-warni cakrawala. Bila ku titiskan pada mataku sekelebat rasa
beban pada para pak tua petani, dada yang berdegup benci dan suka menaungkan satu nama
yang hanya kilasan rasa, aku jadi melena. Dilenakan pada punggung-punggung
derita.
Padanya pasti sungguh berat.
Padanya mungkin mengkelabat banyak sukur, karena tempuhannya
jalan baik
Padanya aku ingin lebih banyak merasa arti derita, beban
yang di pikul setiap manusia. Mungkin dengan begitu, lantai kotorpun aku terka,
biar ku bersihkan daripada ibu yang sudah lama mengasuh dan merawatku. Sendal bapakku
aku sadari, agar pernah hilangnya di gosop orang lalu kembali ,biarkan tak
terulang lagi. Mbak ku yang mencatolkan wajah masamnya kepadaku biar ku
mengerti bahwa pasti ada yang di sembunyikan dalam jiwanya, yang sungguh penat
hingga terlukis pada wajah lugunya saat ia menatapku.
Semoga semua pengertian menjadi pemahaman yang turut
membacai tiap langkah ku dalam menempuh pertapakan yang di umpat dari kehidupan
ini ,untuk di terka sekala demi sekala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar