Hay para pencuri waktu. Siap mu lebih siap dari siapku
menjaga hal yang tercuri. Berbelas kasihlah kau pada para para pemalas. Biar aku
sadari betapa tersiksanya aku dalam ketidak berdayaan yang berpangku dari
banyak hal.
Memelas pada rutinitas tetap memberi bekas bosan . walau
nada dan waktu terberikan berbeda.
Sepak terjangku tak seterang bulan. Yang kan terus terang
pada malam oleh penerangan dari sinar matahari. Aku bayi merangkak yang bosan dengan
rangkakannya.
Maka munyil ku pada pada ketidak berdayaan…
Bila ketidak berdayaan itu berupa batu, maka airpun bisa
melenyapkannya dengan tetesan yang terulang dan terulang. Bila ketidak
berdayaan itu berupa kayu, maka di bakar sudah bisa menghancur leburkannya. Namun
bila ketidak berdayaan itu adalah sesuatu yang tak dapat di bahasakan
sekalipun, maka apa yang harus kulakukan.
Melena?
Menutup mata?
Membiarkan?
Tapi aku mau memberinya cahaya…. Biar si munyil kembali kuat. Dan kembali meni’mati
kebosanan nya.
“Ala bizikrillahi tatmainnul qulub”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar