*Bagaimana
kalo melangkah tak sekedar melangkah. Ada tapaknya, ada kisahnya, ada ketidak
sadaran, kesadaran, keterpaksaan. Tapi bagaimana, bila melangkah dengan cinta?
melakukan dengan cinta? "apapun".... tanpa pamprih atau bernegosiasi
dengan keterpaksaan "biar hidup serasa benar-benar hidup" bila
ngelakuin apapun dengan cinta.... walau hanya mungutin gelas plastik untuk di
bersihkan sisa-sisa kotornya
"among
hati pawitane"
*Ma'na tak tercurah
tersimpan dalam upatan. Kan ter kelabui oleh kabut yang mencokel. Bebaskan pada
satu kilatan wajah, berlari menghampiri nyala hidup. karena baterai sang sukma
sedang meradang perih, melihat ketangkasan sang raja wali. Merasa hanya ayam
yang berjelaga hanya bisa memberi nyala kokok pada kehidupan, tak lebih. Aku
lari pada-Mu . bukan sebagai pelarian, sebagai usaha penyerahan jiwa, dan ku
tak bermaksud mengejanya, hanya saja aku merasa ayam di rajawalinya.
*Pendar manusia memiliki
mata nyalang penuh ide. Dalam diri tersimpan diri yang tak terketahui kawannya.
Mereka membawa itu pada setiap hentakan waktu.
Dan aku hanya tersenyum untuknya, bahwa aku hanya bisa menerka tanpa
pasti. Setidaknya ku di beri satu diri dalam diri yang tak mereka ketahui
umpatannya. Dan aku tersenyum karena terkadang aku ingin melihat diri dalam
diri mereka.
*Pena tak sekuat
halilintar dalam satu, dua,tida atau lima belas tabuhan yang tak selalu terjadi. jerat gagahnya
terkadang membuat manusia ketakutan. Tapi pena akan tetap menari lembut bila
tangan mau menggerakkan, terus dan terus , ….
Dan memberi kelembutan nya tanpa menakut-nakuti…. “sebenarnya bukan suatu yang harus
dibandingkan” tapi pena sedang memberi kelembutan tentang halilintar, dan
ternyata halilintar lebut juga, ia tak meradang marah.
*Bercelatuk pada rona
kota megah. Pucuk tinggi tiang-tiang
menghiasi. Peradaban, kasak-kusuk jalang, berkorban, memulia…. Seperti apa?
Sebenarnya… Mataku hanya melihati
dari kotak kecil yang mungkin penuh tipu, kebenaran dan kebatilah masih abu-abu.
Aku belum melihatnya dengan mata ku sendiri merasakan keadaannya.
*Hingar-bingar bejelaga,
rengekan polos pada remaja. Pandangi cinta hanya sebelah mata hingga merelakan
di tikam buasnya buaya. Tak sadarkah umur masih belia. Bisa ditinggal lari bila
mengandung di padarannya . Tidak tanggung jawab, masih merengek orang tua,
berani-beraninya mengelus-ngelus….. Bagaimana
ini? Apa hanya alasan saling mencinta hingga mengkorbankan tubuh sucinya. Amboy, para gadis, para pemuda…. Cinta tetap cinta, lalkuka untuk menyalakan
hidup bukan menggelapkan…. Sabar…. Nanti ada waktunya….
Dan aku masih belia, apa yang harus kulakukan dengan
cinta? “tanya kan diri”
* Sampah adalah
tetebengek kekumuhan. Di bakar merusak yang lain, di timbun merusak tanah, di
daur ulang, belum mencakup semuanya…… bertanya
“begaimana menghadapinya?”... bukan
malah berteriak galau mensalahkan para pejabat. Woy…. Ini sampah kita…. Kita yang seharusnya mengelolanya bukan
menunggu orang lain untuk turun mengelus si sampah milik kita….
* Icikiwir….. hentakan mulut pisau merajam pemikaran.
Memanglah anak bukan milikmu hanya saja ia terlahir lewatmu, tapi mulut para
ayah dan bunda sangat berpengaruh pada sang buah hatinya…. “walau tidak semua,
tapi biasanya”
Hati-hati memberi, walau terberinya hanya lewat
bahasa isyarat
maka lakumu
bercermin laku pada anakmu.
Kekuatan lingkungan masyarakat tak sebanding dengan
keluarga. Meski bobrok para masyarakat, akan tetap damai sentosa, bila rumah
terhidupi. “Ayah, bunda…. Tolong jadikan
rumah sebagai sarang pengindah. Bukan neraka untuk di pulangi”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar