niatmu baik, sampai kutetes air mata
batin yang tak kau lihat di matamu
suatu waktu kecerianmu dalam
bercerita bak air yang terus saja mengalir. seolah hanya kemarau yang hanya
mampu hentikanmu dari kicauan.
tapi pada waktu yang lain, waktu
memisahkan kita. meski mataku sering melihatmu. tapi cerita-cerita itu bagai
kering kudengar.
"Kesibukanku dan kamu membuat
kita terhenti"
Tapi, pada ahir-ahir waktu sebelum
kepulanganku ke rumah, kita dipertemukan kembali dalam lantai yang sama. Dan
kau menangis sejadi-jadinya walau hanya beberapa tetes mata kau menangis, tapi
kurasa, dentruksi jelas mengacak-ngacak jiwamu. wajahmu terlihat menggigil.
berkicaulah lagi, dan lagi.
isak tangismu begitu dalam, kawan
sampai deru darahku menggingil
karena tanpa sadar aku merasakan perihnya pula.
"Pulang ke rumah, adalah
labuhan untuk bertepi di dunia ini. tapi bagaimana ketika seorang anak kecil
pulang tak lagi melihat kehangatan dalam tepian itu seperti sebelum ia memilih
untuk pergi?.
lantas mau kemana ia?"
Tapi kulihat sorot matanya
lagi dan lagi
kuat, lebih kuat dari hantaman
badai.
malam tak selamanya gelap gulita
karena justru pertanda fajar kan segera tiba.
begitu pula kesedihan, memiliki
tepi.....
(L)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar