Kamis, 25 Mei 2017

tepian


niatmu baik, sampai kutetes air mata batin yang tak kau lihat di matamu
suatu waktu kecerianmu dalam bercerita bak air yang terus saja mengalir. seolah hanya kemarau yang hanya mampu hentikanmu dari kicauan.
tapi pada waktu yang lain, waktu memisahkan kita. meski mataku sering melihatmu. tapi cerita-cerita itu bagai kering kudengar.
"Kesibukanku dan kamu membuat kita terhenti"
Tapi, pada ahir-ahir waktu sebelum kepulanganku ke rumah, kita dipertemukan kembali dalam lantai yang sama. Dan kau menangis sejadi-jadinya walau hanya beberapa tetes mata kau menangis, tapi kurasa, dentruksi jelas mengacak-ngacak jiwamu. wajahmu terlihat menggigil. berkicaulah lagi, dan lagi.
isak tangismu begitu dalam, kawan
sampai deru darahku menggingil karena tanpa sadar aku merasakan perihnya pula.
"Pulang ke rumah, adalah labuhan untuk bertepi di dunia ini. tapi bagaimana ketika seorang anak kecil pulang tak lagi melihat kehangatan dalam tepian itu seperti sebelum ia memilih untuk pergi?.
lantas mau kemana ia?"
Tapi kulihat sorot matanya
lagi dan lagi
kuat, lebih kuat dari hantaman badai.
malam tak selamanya gelap gulita karena justru pertanda fajar kan segera tiba.
begitu pula kesedihan, memiliki tepi.....

(L)


sebuah bongkah

jika sebuah bongkah tersimpan dalam alun dingin yang menggigil.
bertuay tanya
hayal
jejak
harapan dan hilang

aku akan mengetuk waktu.
bisakah waktu terulang?
tentu tidak.
"Waktu tak kenal tawa atau luka, ia hempas bagai angin saja"

bongkah itu singgah terlama dalam kebisuan di banding bongkahan lainnya
"Se gila ini?"
Tapi,

apakah ini ber arti?

semua hanya bisu. itu yang selalu kumengerti

jika kata membuat seseorang saling memahami
 kata pula bisa bersebrang dan bergitu berjarak dengan arti .

jika waktu benar kembali ?
 aku tetap kan membisu dalam bongkahan dan lebih rapat menutup bahkan mungkin dari kata-kataku sendiri dalam udara yang segar

sehingga tak perlu ada yg tertusuk jika itu ber arti

jika maaf adalah penghilang benci
maaf jika bongkahan ini pernah sampai di telinga pendengar yang bisa memahami
kupamit,nadaku tegas, meski bongkah  kadang masih menetes di deru darah yang kelam
menurut orang, itu permainan
namun menurutku adalah warna yang indah,pula mengalun dalam derap waktuku dari karya cipta agung. “terima kasih”
Tak pernah kupilih warna apa, hiduppun aku tak memilih hidup





Kamis, 11 Mei 2017

Cantrik ing ngumboro part 4



 Doa tanpa usaha itu gila

Hari yang melelahkah kiranya telah terbayar dengan kidung senyuman
Setelah lama, sejak kelompok ini terbentuk, tiap sore dan malam kita ulas kitab yang sama demi mempersiapkan satu hal.
“praktek wudhu dan sholat”

Hal itu memang telah menjadi rutinan kita tiap harinya, semenjak usia telah menginjak akil baligh. Tapi ternyata ada banyak hal yang belum kita ketahui dan perhatikan tentang

“kita latihan berdiri mensedekapkan tangan, membaca lafad yang terus terulang, ruku’ dan sujud,sesuci yang benar”
Ya, seperti itu. Hanya saja itu seperti barang penyadaran. Bahwasannya siapa???  Yang kita temui dalam ruku’ dan sujud itu.

Bertemu tambatan hati saja orang rela berhias diri memakai minyak wangi. Berdiri dihadapan cermin sambil bertanya padanya :

“Baju apa yang paling indah yang kan kukenakan, ini ataukah ini. Sudah cantikkan aku, atau bedakku kurang putih atau tidak”

Gusti Allah yang kita temui. Walau kuyakin DiKau tak butuh sujud sahaya,terlebih hiasan untuk bertemu Paduka.

Suka duka kita lewati bersama. Mulai yang jengkel-jenggkelan. Debat sana- kemari mencari hokum hanya karena soal duduk yang tepat, soal air, najis dsb.

Tangis, bahagia, tawa, walau terkadang tertidur bersama karena terlalu lelahnya dengan kegiatan yang ada
Sampai pada malam terakhir sebelum esok, ujian praktek kita. Kami dibantu kawan kami yang mendapat jatah glombang ujian setelah kami.
Kami sholat, membaca, bersujud.

Hingga hari yang kita nantikan tiba.

Paginya setelah usaha kita tempuh, kita hanya bermunajat sebagai penyerahan diri.
“Usaha tetaplah usaha, dan hasil berada di tangan-Nya”

“Berusaha tanpa do’a itu sombong. Do’a tanpa usaha itu gila”

Satu demi satu, secara bergantian kita di tes berwudhu dengan berbagai pertanyaan yang terkadang butuh mengernyitkan dahi dan sebilah tawa.
Beralih kelantai tiga untuk praktik sholat yang sebelumnya di kamar mandi bawah, untuk praktik wudhu.
Tempatnya begitu panas meski kipas telah berputar tegas di kepala ku, dan lampu tamaram menyinari ruang ini.
Oleh ketua telah diberi pesan sebelumnya, bahwa apapun yang terjadi, wudhu ataupun sholat, saat praktek, ketika di tanya di pertengahan  menjalaninya, jangan  dijawab. Abaykan.
“Nanti bisa batal sholatmu, dan wudhu akan kehilangan kesunahannya”

Terakhir penungguan.
“setelah perjalanan yang telah kita lalui , ternyata membawa hasil yang mampu tentramkan hati”
Ya kami semua lulus….
“sebuah pencapaian itu indah. Namun lebih indah ketika kita bisa bertahan , belajar dan menikmati setiap proses yang ada”

Senin, 01 Mei 2017

hadir

Aku lebih suka kau di pasar namun fikiranmu hadir di sini

"Kakak kecil"

aku kira kau lebih tua dariku kak.
glagatmu yang selalu membisikkan kata semangat pada adek-adekmu di tempat ini. mungkin aku diantaranya.
semula suaramu mengkacaukan pikiranku
"Tak ada lelaki di dalam sini. terutama di siang panas terik ini"
Tapi suaramu beradu bersama deru angin.
tapi saat keluar. itu suara milikmu. dan kerudungmu indah, wajahmu, mungkin sedikit lebih lelah.
kukira pula. enkau lugu, dan pemalu. saat pertama mataku menatap mu di kesunyian malam.
namun dimalam lain
kau lebih periang yang terkira.
indah namun asli.
jika waktu per izinkan kita bertemu di suatu detik di bawah genting.
aku ingin mengenalmu.
"Kakak kecil"

Cantrik ing ngumboro part 3

Seniman pesantren
Dalam suatu kesempatan kita dipertemukan. Kita satu tim dalam suatu hal, perjuangan,pengorbanan, pengapdian…. Apalah itu
Awalnya saya canggung berbicara padanya. Tapi seiring berjalannya waktu saya senang bertukar kata padanya. Membicarakan hal-hal yang sama-sama kita suka. Gambar, anime, naruto, film, kadang mencari lagu-lagu yang cocok untuk lalaran nazhom kita,, hehe Tanwir.
Dan menurutku dia seniman keren. Goresan-goresan dalam kanvas kecil di tangannya begitu hidup dan segar. Dan suatu hari kelas kita diberi kesempatan mengisi acara tahunan. Acara yang setiap kelas hanya bisa satu kali menampilkan.
Kini tiba giliran kelas kita (AR).
Dan tentu tak bisa tidak , dia jadi tim dekor.
“Sangat sayang talenta sekeren itu tidak diberi ruang” menurut fikiranku yang kusimpan dalam pendam paling dalam.... haha
terpanggil acara ini adalah, Jamda.
Beberapa hari dia dan patnernya melukis dalam kertas untuk dekor tersebut. Sampai tiba waktunya.
Gampar pohon-pohon hitam itu di temple di dinding. Begitu besar. Juga satu gambar elang besar.
Kata orang cantrik itu kolot, kudis…. Ketinggalan peradabanlah…. Ucap-ucap seolah lutur saat ku melihat dia. Dan dia adalah satu diantara ribuan manusia disini yang berlum kukenali lebih dekat.
Teruslah berkarya dan belajar kawan. Ku tunggu gores tanganmu beradu dalam lembar apapun.

Cantrik ing Ngumboro Part 2


Jujur kurasakan. Asek-asek.
Saat menatap Beliau Romo yai, ada sebuah ketenangan sikap. Cara beliau melangkah, menatap, tersenyum. Seolah kerahasiaan-kerahasian hidup banyak telah beliau lewati dan ketahui .
Dan ketika ku betukar kata dengan kawanku dari lampung. Dia juga berpedapat seperti itu kiranya. Melihat tujuan atau alasannya mengapa memilih jalan seperti yang kupilih.
Sampai-sampai setiap pembahasan dari kajian-kajian beliau seperti memberi nafas lega dalam setiap deru penat. Walau terkadang harus kuteteskan air mata.kenapa pas sekali dengan pertanyaanku dalam kesunyian yang menggelisahkan setiap hari dan waktu.
Bahkan hal-hal kecil yang mengkacaukan pikiranku dan rasanya tak perlu terbahas ternyata ada jawabannya. Dan setelah itu baru kusadari , sekecil apapun patut untuk di bahas.
“Jangan sepelekan hal-hal kecil”
Kalau ditarik dalam suatu ibadah kepada Tuhan, atau persembahan. Dalam ilmu agama mengatakan. Untuk tak mengabaikan hal-hal kecil.
“Rak reti ibadah seng di seng di terimo” Tutur beliau.
Seperti cerita perempuan pelacur yang masuk surga hanya karena dia memberi minum anjing yang kehausan.
Tentang bersikap kepada para pembenci kita. Balas mereka dengan kebaikan. Itu akan membuat mereka malu.
Cemooh, para pembenci , penghina beliau sudah banyak. Namun justru memperlihatkan beliau adalah seorang yang baik. Dan dengan semua itu beliau tak membalas dengan kebencian pula. mungkin dengan do’a. melihat ketika ada santri nakal justru do’a-do’a kebaikan untuknya terselip.
Toh sepertinya membalas pembenci terkadang hanya akan menambah balasan benci dari pembenci.

Cantrik ing Ngumboro (santri di pengembaraan) Part 1


Pelajaran bahasa arab. Menurut beberapa orang menjadi hal yang horror. Terutama saat tamprin (latihan ujian ) atau saat ujian. Menjadi hal yang di wanti-wanti saat itu. Namun bagi penyandang itu sendiri terlihat keren (menurutku) “Guru bahasa arab”.
“Ya begini kalau tak didasari dengan cinta” Ucap Umi (guru yang berbagi ilmunya) melihat sikap beberapa cantrik seperti itu.
“Semua akan mudah bila didasari dengan cinta. La kalian nggak cinta, jadi terasa sulit “
Dalam musyawaroh. Cantrik-cantrik biasa debat hal-hal yang keren meski kadang terdengar hal yang aneh tapi masih seputar pembahasan.
“But, itu seru sekali. Dari situ mereka belajar berproses berbicara, kritis. Biar mereka tak terbiasa taslim (manut, melu-melu).”
Dan Umi-Umi mengontrol acara setiap siang ini, guna acara itu selalu berjalan di tiap harinya. Karena tak dapat dipunggkiri, dalam rutinitas bermakna sekalipun, orang bisa tertidur pulas dan merasai kejenuhan yang hebat. Terlihat dari celetukan mereka.
“Pengen pulang, tapi masih lama”.
Selain itu beliau-beliu mensohehkan pembasahan yang sedang didalami pada puncak waktu sebelum agenda itu selesai. Dan ada pencatatan dari kesimpulan muswaroh itu guna untuk pembukuan atau masih di cari kebenaran jawaban tersebut.
Pagi di local (Ruang belajar), umi bahasa arab Bertutur
“ sebenarnya kemarin saya ingin mengontrol kalian di musyawaroh tapi saya nggak bisa”
Lo, enten nopo’o Mik (lo memang ada apa, mik?)
“Jaga wedang (minum )di dhalem (rumah pengasuh). Soalnya banyak banget tamu, beliau”
Aku melihat pemandangan indah disini. Kederhanaan dan pengapdian beliau pada guru-gurunya. Kita (para cantrik) selain membiasakan diri untuk belajar bertatakrama dan ta’zhim terhadap orang-orang yang telah bersedia merelakan waktunya untuk berbagi, beliau-beliau pun juga mengawali itu semua dalam sikap-sikapnya.
Beliau adalah guru bahasa arab namun takzhim beliau terhadap gurunya juga besar. Terlebih saat ahir tahun. Ketika kawan memberi tahu siapa calon gerangan mustakhik kami satahun esok.
Kae lo, seng ngangkati kursi (Itu lo yang sedang mengangkat kursi)”
Biqodri ta’zhimi al ustazhika najaakhuka Kadar kesuksesanmu dari seberapa memulyakan gurumu.

Orang itu


Terukir sedih dalam parasmu
Suaramu agak parau
Kau dedang nadamu Tapi kau seperti mengfikir sesuatu
Mataku beralihmu
Kesedihanmu menjalar dalam anganku
Ingin kucoba tanya
Tapi mulutku tercekak kekakuanku
Hanya menatap dari kejauhan
Sambil mengira yang terfikirkan
Terus berfikir walau kadang tawamu
Seperti simpan duka
Ya
ku hanya mengira
Sebab kau munculkan semua itu
Dalam sayembara kepiluan
Di wajahmu *Fy

senang bertengkar denganmu

Pernahkah kau bertengkar? Apa kau menyesalinya? Dan bila itu terjadi padaku aku tak akan menyesalinya. Indahnya pagi setelah kutempuh malam ...