Jumat, 27 Februari 2015

Taii

Jangan mencaci maki si tai.

 Berandai, sekiranya tai itu ternyata diriku. Aku bahu dan dibuang, diabaykan. Ketika diinjak kaki manusia aku ditreriaki
"Asem, midak tai"kata manusia itu
"Woy salah siapa?" Teriak ku pada si pemilik kaki itu dengan diam. sedang dia tak pernah mendengarku.
Tapi manusia dengan kakinya itu tak peduli dan berjalan dengan tak merasa bersalah sedikitpun. Bahkan dari wajahnya terukir nada kata pada kerutan dahi nya "Aku tidak bersalah"

"Sudah memaki, tak mengerti kesalahannya sendiri" ucapku pasrah walau tubuhku telah terputus-putus dan sebagian tubuhku telah hilang terbawa kakinya.

Aku tidak pernah meminta diriku tercipta menjadi seperti ini....   "Kau injak aku tapi kau salahkan aku yang duduk di keramik ini. Kau marahi aku padahal engkaulah yang menginjakku" Kata ku Tai (mungkin)

Jumat, 13 Februari 2015

Bosan

Masa kebosanan menjamahiku. Disekitarku hanya terpaku kawan-kawanku yang menghabiskan waktu dengan senda gurauan, sebagai pengisi waktu. Dan aku masih bosan.  Dan menatapi mereka pun juga bosan.

Tapi bagimana keadaan gurun pasir yang kesepian. Tak bisamelangkahkan kaki kemana-mana. Hanya menghabiskan waktu di satu tempat saja. Terik matahari menghanguskan tubuhnya, sedang dinginnya malam menghunus kejam, masih pada tempat yang sama dan tanpa kawan. Atau rumah yang telah ditinggal penghuninya. Kosong, kotor, tak terjaga, sepi sendiri di tengah-tengah desa yang telah ditinggalkan. Atau gunung . Bila sampai dia berani melakahkan kaki,maka apa yang terjadi?, hanya saja dia tetap bertahan, tak lari tak jua melangkah.

Kupandangi mereka sekali lagi, Kawanku yang tersenyum dengan penghabisan waktunya. Ternyata Aku tak sesunyi padang pasir itu, bukan juga stagnan sepeti gunung itu, dengan adanya  mereka di dekatku. Memang kata-kata tak penting dan anekdot belaka dalam bibir mereka, dan membosankan tapi setidaknya hadirnya mereka mampu mengusir kesendirianku.

Aku menjadi bagian dari mereka, tersenyum, membosankan tapi mengesankan. " Menjalani waktu pada sisi bosan".

Selasa, 03 Februari 2015

“Pribadi tukang cilot”




kemarin guwe disuruh simbok beli cilot....   sore-sore yang menyapa. AH pas banget penjual cilotnya mempir di jalan dekat rumah gue. Pertama ada mas-masnya pesen, dia layani. lalu bapaknya pesen dilayani. Lalu gue, gue pesen tiga dilayani juga. Satu buat simbok, yang dua lain buat gue dan kakak gue. Gue minta kagak usah di kasih caos, penting kasih kecap sama sambel dan kuah. Kalo punya simbok dan mbk gue ada caosnya, lengkap dech. Seru banget nich….
Sendainya gue minta pake sambel doang, atau minta nggak usah pake plastic ( missal gue bawa makok dari rumah )  gue rada yakin pasti di layani.
Naah,,,,   dari situ gue tangkep sebuah kepribadian yang manis banget. Bahwa jadi orang itu kayak penjual cilot. Mendengarkan setiap orang. Karena setiap orang itu berbeda, pun cara menghadapi dan bersikappun beda pada setiap orang yang kita temui.
Sore ini, gue makan sama simbok gue dengan cilot ini. Ajib bener. Bukan seberapa mahal cilotnya tapi seberapa bisa menikmatinya dan mensukurinya. Di tambah we jangan kasat mata dan kata dari penjual cilot.
“Pribadi tukang cilot”

senang bertengkar denganmu

Pernahkah kau bertengkar? Apa kau menyesalinya? Dan bila itu terjadi padaku aku tak akan menyesalinya. Indahnya pagi setelah kutempuh malam ...