Jumat, 28 November 2014

Laba-laba


Jaring laba-laba kecil.
Saling mengikat membentuk ruas-ruas rumahmu.

Sedang awan mendungkan jiwanya.
Sebentar lagi turun hujan.
Mensucikan bumi cinta.
Walau remuklah rumahnya.

Hay laba, kau bangun rumahmu.
Tanpa suami, kau rawat anakmu
Menggelantung di tiang pohon yang tandu
Basah air tangis hujan menghancurkan tapi tak kau sesalkan.

Engkau berlari membangun yang baru
Tak ku dengar tak lihat gores sedihmu
Kau lanjutkan hidupmu.

Rabu, 19 November 2014

Baju merah

Baju merah yang sedang bergelimang merah.
Dekatnya sapi-sapi kehilangan nyawanya. Kambing di seseti danging dan kulitnya.
Tak ku curigai tubuhnya diantara mereka.
Tapi, sebuah kebetulan mata ini menemukannya.

Tak lebih, hanya dapat aura ketenangan tiba-tiba kumiliki. Bahkan tak lebih lama aku duduk diteras ini memandang keramaian.
Aku pergi.
Tapi dilain waktu, sesal itu menghadang.

"APakah terulang kembali"

Kaca mata bapaknya yang sering kutemui.
Tapi di lain waktu hanya satu yang dapat terjadi diantara dua hal.
Bertemu atau tidak.

Walau aku bertanya-tanya.....    "kekosongannya"

Ruang Rahasia



Melamunnya diam membisi
Tak memperhatikan tak pula gubrisnya
Sapda manusiapun seolah ketiadaan Karena ia telah tenggelam pada dunianya

Kerahasiaan yang tak mudah disentuh
Kecuali pemiliknya

Apakah dia menari ataukah tertawa, atau menangis atau bertemu pujaannya
atau sekadar mengulang waktu atau melesat ke depan

Semua itu tak kumengeri
DIa simpan ruang rahasianya dalam keterdiamannya

Senyum itu


Aku menyukai senyumnya
seperti matahari yang baru saja terbit di pagi hari
setelah mendung yang seringkali mengukir di wajahnya

sementara orang lain sibuk tertawa dan bercanda
dia hanya berdiam diri walau matanya terlihat sedang memikirkan sesuatu

Bayang apa yang menggugurkan senyum mu?
Lamun apa yang menahanmu untuk tertawa?

Tapi senyum itu terpancar dari lekuk paras mu
pada satu suasana yang tak ku mengerti
dan itu sungguh indah sekali
ku harap kau mengulanginya kembali

Selasa, 11 November 2014

diam

Lelaki itu berlari memutari waktu
Tak berjerit hanya kosong bertatap

wajahnya kedataran walau menyipan kerahasiaan
Matanya seakan lupa berkedip

Jemarinya bergelantung di bibir

Fisikmu disini
Engkau dimana?

Tanaman

Aku merakit senyum pada sebaris duka.
Diantara kemarauan ada barisan do'a semoga kian turun hujan.
BIar tanah meninggalkan jejak air mata awan .
Pipi inipun tak sekering tanah saat ini.
Ia dibahasai rintiknya bekas air mata.

Mana yang kan kutanami dan kusirami?
Tanahku biar cabe saja yang tumbuh
TApi perlahan kusemai canda tawa semangat untuk membangun senyuman di lekuk pipiku

Senin, 10 November 2014

Poros

Tentu tak ingin terjebak pada kehidupan tanpa poros...

perseksi pasti dimiliki manusia, yang memberi celah untuk dalam keberbedaannya.....

hanya saja porosnya menjadi tampil untuk semua sama....
 

Hanya saja butuh waktu untuk memahaminya....

"Dari dan akan kembali pada-MU"

senang bertengkar denganmu

Pernahkah kau bertengkar? Apa kau menyesalinya? Dan bila itu terjadi padaku aku tak akan menyesalinya. Indahnya pagi setelah kutempuh malam ...