Kamis, 19 Maret 2015

Dedaunan



Ada lagu “Berbagi waktu dengan alam, kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya, hakikat manusia”
                Juga ada lagu, “Dunia sekolah kami semesta laborat kami, kehidupan pustaka kami siapapun itu guru kami”
                Ya, alam, pengalaman, kehidupan bisa memberi kita banyak pelajaran, tinggal apakah fikir, mata, telinga dan mulut digunakan untuk memahami itu semua. Ada hal-hal yang disampaikai dari buku secara struktur, namun jangan terjebak pada itu saja karena alam terlalu semesta luasnya mengandung berbagai makna.
                Ada yang berkata “ pelajaran terpenting adalah pengalaman.

                Pernah suatu waktu, dikala tanganku menggayuhkan sapu membersihkan taman sekolah bersama kawanku. Dedaunan yang gugur di lantai-lantainya membuat tampak kotor tempat ini. Disisi lain memang kelasku oriza sativa yang hari ini mendapat bagian untuk memberesi semua itu atau piket biasanya kami menyebut.
                Dari kejauhan atas, tiba-tiba tampak sesosok yang berdiri dengan tubuhnya, begitu serius tatapannya, mengeluarkan Tanya yang seolah hanya candaan belaka.
                “Kenapa kalian sapu, toh nanti juga kotor lagi” ucapnya begitu serius.
                Kujawab seadanya karena kukira hanya cadaan belaka.
                “Ben resek”
                Selang beberapa waktu setelah obrolan itu, ia langsung pergi.
                Namun gara-garanya aku jadi berfikir pertanyaan yang nggak penting itu, hehe mungkin.
                Aku terus mencari, namun rasanya begitu buntu. Apa maksudnya.
                Hingga pertanyaan yang hampir sama bermunculan di fikiranku.
                “Kenapa harus hidup kalo toh nanti kita mati?”
                “Apa bisa sampah ini bersih dengan sendirinya?”
`               “Hais asem, gor pertanyaan sepele gini saja susah kali mau menjawab”.
                Sampai hari ini berlalu makin berlalu. Tanya itu kadang teringat, kadang pula pergi. Kadang teringat, hingga membuat aku ingin berfikir, kadang pergi. Sampai aku dapat jatah piket lagi.
                Daun-daun kusapu, biar bersih paras mukanya. Walau ada beberapa kotoran ayam yang bercecer-cecer.
                Dari sana aku berfikir. Daun dan sampah-sampah ini, mungkinkah ia tersapu dengan sendirinya atau bersih dengan sendirinya bila tak ada tangan yang menjangkaunya?. Tidak, tidak bisa, harus ada tangan dan gerakan yang membuat sampah ini pergi. BIla dibiarkan terkatung-katung di lantai taman ini, akan membuat tumpukan sampah lain dan tumpukan lain.
                Jadi bergunakah tanganku membersikan sampah ini kalau toh besok masih ada sampah lagi?, tentu, setidaknya kawan besok yang piket mendapat sampah yang baru, dan tak mendapat tumpukan sampah hari ini. Atau misal besok aku membersihkan sampah lagi, akan jauh ringan dalam menyelesaikannya.
                Pun dengan ke kurang kerjaan ku kukaitkan dengan hal lain seperti hanya “Masalah”
Sampah ibarat suatu masalah. Ia akan bertumpuk, bila satu masalah saja tak coba di selesaikan, lalu datang masalah lain. Dan masalah tak akan selesai dengan sendirinya kalau bukan kita sendiri, gerakan kita sendiri yang menyelesakaikan.
                Entah jawaban sebenarnya dari orang itu apa, aku tidak tahu, hanya saja dari pertanyaan itu aku mendapat suatu pembelajaran, asek.
                Menengok alam, menengok kehidupan. Sadari ada pembejaran disana.
                “Berbagi waktu dengan alam”

               
               

Jumat, 13 Maret 2015

Selingkar

terjerembab dalam rasa ini. Aku menyatu dengan suasananya. kebersamaan duduk hampir melingkar, berkata-kata tak peduli sepuitis apa yang penting saling mengert, memaklumi dan menghargai.

Belenggu

Terkadang seseorang memasang sendiri rantai, tutup atau belenggu dalam dirinya sendiri. Tak berupa memang, tak berwarna juga tak berwajah. Tapi ampuh sekali mematahkan langkah, menakut-nakuti untuk terbang.
hingga  membuatnya terus menerus berada di zona nyaman yang menggelisahkan.

Minggu, 01 Maret 2015

CAh kuwi

Balaslah kejahatan dengan kebaikan. Itulah yang dilakukan anak kecil itu padaku. "Aku malu sekali"

senang bertengkar denganmu

Pernahkah kau bertengkar? Apa kau menyesalinya? Dan bila itu terjadi padaku aku tak akan menyesalinya. Indahnya pagi setelah kutempuh malam ...