Ada lagu “Berbagi waktu dengan alam, kau akan tahu siapa
dirimu yang sebenarnya, hakikat manusia”
Juga
ada lagu, “Dunia sekolah kami semesta laborat kami, kehidupan pustaka kami
siapapun itu guru kami”
Ya,
alam, pengalaman, kehidupan bisa memberi kita banyak pelajaran, tinggal apakah
fikir, mata, telinga dan mulut digunakan untuk memahami itu semua. Ada hal-hal
yang disampaikai dari buku secara struktur, namun jangan terjebak pada itu saja
karena alam terlalu semesta luasnya mengandung berbagai makna.
Ada yang
berkata “ pelajaran terpenting adalah pengalaman.
Pernah
suatu waktu, dikala tanganku menggayuhkan sapu membersihkan taman sekolah
bersama kawanku. Dedaunan yang gugur di lantai-lantainya membuat tampak kotor
tempat ini. Disisi lain memang kelasku oriza sativa yang hari ini mendapat
bagian untuk memberesi semua itu atau piket biasanya kami menyebut.
Dari
kejauhan atas, tiba-tiba tampak sesosok yang berdiri dengan tubuhnya, begitu
serius tatapannya, mengeluarkan Tanya yang seolah hanya candaan belaka.
“Kenapa
kalian sapu, toh nanti juga kotor lagi” ucapnya begitu serius.
Kujawab
seadanya karena kukira hanya cadaan belaka.
“Ben
resek”
Selang
beberapa waktu setelah obrolan itu, ia langsung pergi.
Namun
gara-garanya aku jadi berfikir pertanyaan yang nggak penting itu, hehe mungkin.
Aku
terus mencari, namun rasanya begitu buntu. Apa maksudnya.
Hingga
pertanyaan yang hampir sama bermunculan di fikiranku.
“Kenapa
harus hidup kalo toh nanti kita mati?”
“Apa
bisa sampah ini bersih dengan sendirinya?”
` “Hais
asem, gor pertanyaan sepele gini saja susah kali mau menjawab”.
Sampai hari ini berlalu makin
berlalu. Tanya itu kadang teringat, kadang pula pergi. Kadang teringat, hingga
membuat aku ingin berfikir, kadang pergi. Sampai aku dapat jatah piket lagi.
Daun-daun
kusapu, biar bersih paras mukanya. Walau ada beberapa kotoran ayam yang
bercecer-cecer.
Dari
sana aku berfikir. Daun dan sampah-sampah ini, mungkinkah ia tersapu dengan
sendirinya atau bersih dengan sendirinya bila tak ada tangan yang
menjangkaunya?. Tidak, tidak bisa, harus ada tangan dan gerakan yang membuat
sampah ini pergi. BIla dibiarkan terkatung-katung di lantai taman ini, akan
membuat tumpukan sampah lain dan tumpukan lain.
Jadi
bergunakah tanganku membersikan sampah ini kalau toh besok masih ada sampah
lagi?, tentu, setidaknya kawan besok yang piket mendapat sampah yang baru, dan
tak mendapat tumpukan sampah hari ini. Atau misal besok aku membersihkan sampah
lagi, akan jauh ringan dalam menyelesaikannya.
Pun dengan
ke kurang kerjaan ku kukaitkan dengan hal lain seperti hanya “Masalah”
Sampah ibarat suatu masalah. Ia
akan bertumpuk, bila satu masalah saja tak coba di selesaikan, lalu datang
masalah lain. Dan masalah tak akan selesai dengan sendirinya kalau bukan kita
sendiri, gerakan kita sendiri yang menyelesakaikan.
Entah
jawaban sebenarnya dari orang itu apa, aku tidak tahu, hanya saja dari
pertanyaan itu aku mendapat suatu pembelajaran, asek.
Menengok
alam, menengok kehidupan. Sadari ada pembejaran disana.
“Berbagi
waktu dengan alam”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar