Aku
tahu betul tulisanku yang dalam sudut pandang yang sempit, “Jelek”. Dan lebih
kukuh lagi, terdengar dari beberapa orang yang mengatakannya . Entah secara blak-blakn atau hanya secara sindirian.
Kakakku,
ibuku dan kawan-kawanku dimana tulisannya mereka yang lebih bagus telah mengakui.
Dalam jiwaku kusandarkan makna
“Nerimo
ing pandum” sebagai tepukan bagi hatiku
Lantas
kubayangkan orang-orang hebat seperti baginda Muhammad yang hebat itu ternyata
ummi . dan masih banyak lagi orang-orang hebat yang ternyata tulisannya “Kurang
bagus”.
Lalu
ketika aku kembali pada diriku sendiri.
Tulisanku
jelek = iya
Hebat = ???
Tiba-tiba
saja anak-anak kecil itu menghampiriku. Menamati saat kumenulis tulisan ini di
buku tulis. Kulihat tak berubah dahi mereka yang datar menjadi mengkerut.
“Tulisan
mu jelek” Kukira kata ini kan mereka lontarkan. Ternyata tidak.
“Nulis
opo mbak?” Tanya salah satu dari mereka.
“Nulis-nulis.
Mau nulis?”
Dengan
antusias salah satu anak itu mengambil pena yang kuulurkan padanya. Mereka mencoret
kertas kosong samping tulisanku.
Mereka menulis
nama mereka sendiri dan temannya.
Sampai usai
sholat isa’, ustat kembali ke serambi masjid sekaligus tempat belajar kelas ini.
Anak-anak
kecil itupun pergi dan pindah halauan permainan. Dimana sebelumnya main tulis-
menulis lantas main sebaran kertas kumal dari tangga atas, setelahnya
lari-larian.
“Waw
seru sekali. Bila hp, laptop tak mereka pegangi. Lalu memutuskan untuk
berkumpul bersama. Maka kertas, pulpen, tanah pun jadi permainan yang mereka
ciptakan. Permainan yang mereka ciptakan tujuan simple (menurut yang kulihat)
yaitu “Menciptakan kegembiraan bersama”. Ujar hatiku
Dan
kulihat dalam perkumpulan anak-anak yang menggangguku itu (sebenarnya
menemaniku dalam kesepian yang sementara) mereka dengan sendirinya berlatih
membuat kesepakatan lalu mereka menjalaninya bersama. (hahaha)
Ketika kembali
kulihat coretan mereka di bukuku. Aku tersenyum .
“Tulisanku
ada temannya. Pantes mereka tak mengejekku”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar